LPR disebabkan oleh asam lambung yang naik ke tenggorokan. Saat Anda menelan makanan, makanan melewati tenggorokan anda dan melalui kerongkongan menuju ke lambung. Otot sfingter esofagus inferior yang befungsi mengontrol pembukaan antara esofagus dan lambung yang seharusnya tetap tertutup rapat kecuali saat Anda menelan makanan.
Ketika otot ini gagal menutup, isi perut yang mengandung asam dapat berjalan kembali ke kerongkongan. Aliran berbalik ini disebut refluks.
Apa saja gejala refluks laringofaring?
Gejala LPR dirasakan di tenggorokan dan meliputi:
Sakit tenggorokan
Suara serak ringan
Sensasi ada benjolan di tenggorokan
Kebutuhan untuk membersihkan tenggorokan
Sensasi lendir yang menempel di tenggorokan, dan / atau tetesan post nasal
Laring merah, bengkak, atau iritasi (kotak suara).
pasien sering berdehem
Diagnosis dan Tes
Bagaimana mendiagnosis refluks laringofaring?
LPR biasanya didiagnosis berdasarkan gejala iritasi atau bengkak pada tenggorokan dan bagian belakang kotak suara pasien. Dalam banyak kasus, tidak diperlukan pengujian untuk membuat diagnosis.
Jika pengujian diperlukan, tiga pengujian yang umum digunakan adalah: studi menelan yaitu melihat langsung ke lambung dan kerongkongan melalui endoskopi dan tes pH esofagus:
Dalam studi menelan, pasien menelan cairan khusus yang disebut barium, yang melapisi esofagus, lambung, dan usus sehingga akan diuraikan pada sinar-X. Ini memungkinkan dokter untuk melihat pergerakan makanan saat melewati dari mulut ke kerongkongan.
Dokter juga dapat melihat bagian dalam lambung dan kerongkongan dengan endoskopi, selang kecil panjang dengan kamera di ujungnya, dikerjakan oleh dokter THT/ Penyakit dalam/ Bedah digestif melalui hidung/ mulut, ke kerongkongan dan masuk ke lambung.
Tes pH esofagus mengukur dan mencatat pH (tingkat asam) di esofagus. Sebuah tabung tipis dan kecil dengan alat di ujung yang merasakan asam dilewatkan dengan lembut melalui hidung, turun ke kerongkongan, dan diposisikan sekitar 2 inci di atas sfingter esofagus bagian bawah. Tabung diikat ke sisi wajah dengan selotip. Ujung tabung yang keluar dari hidung dipasang ke perekam portabel yang dikenakan di sabuk atau di atas bahu. Perekam memiliki pH.
Penatalaksanaan dan Pengobatan LPR
Bagaimana pengobatan refluks laringofaringeal?
Sebagian besar kasus LPR tidak memerlukan perawatan medis dan dapat ditangani dengan perubahan gaya hidup, termasuk yang berikut ini:
Ikuti diet hambar (kadar asam rendah, rendah lemak, tidak pedas).
Makan sering, dalam porsi kecil.
Menurunkan berat badan.
Hindari penggunaan alkohol, tembakau dan kafein.
Jangan makan makanan kurang dari 2 jam sebelum tidur.
Angkat kepala tempat tidur Anda sebelum tidur. Letakkan benda yang kuat dan kokoh (seperti papan) di bawah bagian atas kasur. Ini akan membantu menopang kepala dan bagian atas tubuh Anda, yang akan membantu mencegah asam lambung naik ke tenggorokan Anda.
Minum obat bebas, termasuk antasida, seperti pengurang asam lambung, seperti ranitidine (Tagamet® atau atau penghambat pompa proton, Pastikan untuk minum semua obat sesuai petunjuk.
Dalam kasus LPR yang sangat parah, pembedahan mungkin direkomendasikan sebagai pengobatan.
Apa yang dapat terjadi jika refluks laringofaring tidak diobati?
LPR yang tidak diobati juga dapat terjadi berperan dalam perkembangan kanker laring.
Pencegahan
Apakah refluks laringofaring dapat dicegah?
Untuk mengurangi kemungkinan Anda terkena LPR, hindari hal-hal berikut ini: Makanan
asam, pedas, dan berlemak
Alkohol
Tembakau
Minuman yang mengandung kafein (teh, kopi, soda, dll.)
Cokelat
Mint atau makanan rasa mint
Hal-hal lain yang dapat Anda lakukan untuk membantu mencegah LPR :
Jangan memakai pakaian ketat atau mengikat.
Hindari stres yang berlebihan. Pelajari cara untuk membantu mengelola atau mengurangi tingkat stres.
Pastikan untuk menjaga berat badan yang sehat.
Hindari makan kurang dari 2 jam sebelum tidur.
Prognosis
Bagaimana prognosis untuk pasien yang mengalami refluks laringofaring?
Prognosis penderita LPR baik karena sebagian besar penyebabnya dapat dikontrol dengan pola hidup sehat. Tanyakan kepada dokter Anda untuk saran dan tip lain dalam merawat dan mencegah LPR.
Operasi Amandel menggunakan alat plasma coblation untuk menghidari resiko perdarahan dan nyeri paska operasi. Biaya sedikit lebih mahal namun lebih aman.
Biaya Operasi Amandel ditanyakan ke RS dengan pengantar dari dokter THT yang akan mengoperasi.
Video dibawah ini menampilkan operasi amandel dengan alat plasma coblation, sedangkan tentang persiapan operasi dan perawatan paska operasi klik/ download manual book operasi amandel.
Pada Pdf di atas adalah manual book bagi pasien saya bila akan operasi amandel. Apa yang harus dilakukan sebelum operasi, setelah operasi. Segala pertanyaan sebelum operasi. Semoga bisa terjawab dari pdf tersebut.
Bila akan konsultasi online dengan saya tentang operasi amandel. Silahkan isi form keluhan.
Teknik operasi amandel dr Henny Kartikawati, SpTHTdengan alat plasma coblation. Less pain , Less Bleeding
Dengkur atau yang sering kita kenal dengan kata Ngorok, adalah hal biasa yang sering kita temui sehari-hari. Bahkan mungkin kita sendiri yang sering ditegur teman tidur, bahwa kita ngorok. Ngorok dianggap hal biasa, tapi sesungguhnya ngorok bukan hal normal, ngorok bisa memperpendek umur.
dokter tht menangani ngorok
Dengkur atau yang sering kita kenal dengan kata Ngorok, adalah hal biasa yang sering kita temui sehari-hari. Bahkan mungkin kita sendiri yang sering ditegur teman tidur, bahwa kita ngorok. Ngorok dianggap hal biasa, tapi sesungguhnya ngorok bukan hal normal, ngorok bisa memperpendek umur.
Mengapa memperpendek umur ? Hambataan pernafasan yang terus menerus bisa mengakibatkan gangguan jantung, hipertensi, ngantuk di siang harinya (mengemudi ngantuk membahayakan jiwa), atau bahkan kematian mendadak karena sleep apnea (henti nafas saat tidur. Jika jenis ngoroknya tidak sampai level membahayakan jiwa atau memperpendek umur, maka ngorok tanpa hambatan nafas hanya mengganggu “good night sleep”. Untuk menikmati “good night sleep” bagi kita para pendengkur dan teman tidur, maka banyak hal yang perlu kita ketahui.
Snoring atau mendengkur atau ngorok hanya akan muncul jika ada hambatan aliran pernafasan, bisa terhambat di hidung, di mulut dan atau di tenggorok. Tepatnya lokasi mana yang menimbulkan bunyi dan menghambat pernafasan tersebut perlu pemeriksaan teliti seorang spesialis THT. Pemeriksaannya sangat variatif.
Secara pemeriksaan fisik diperkirakan misal karena : 1. Concha hipertrophy (kerang hidung yg besar) 2. tonsil hipertrophy (amandel yang besar) 3. lidah besar 4. kegemukan (obesitas) akibatnya lemak di dinding tenggorokpun yang tebal krn kegemukan bisa menghambat pernafasan 5. Langit langit tenggorok yang kendor. 6. anak tekak (uvula) yang panjangpun bisa menimbulkan bunyi pada dengkur.
Kita simpukan saja, bahwa obstructive sleep apnea (ngorok yang sampai menghambat aliran nafas) adalah penyakit struktur yang hanya bisa diatasi dengan melonggarkan struktur yang menyumbat tadi.
Misal karena kerang hidung besar maka bisa dilakukan concha reductie atau conchotomy untuk mengecilkannya. Bila yang masalah adalah amandel yang besar maka pengangkatan amandel adalah solusi. Bila kegemukan maka solusinya menguruskan badan. Bila langit-langit dan anak tekak yang endor solusiya UPPP (uvulo pharyngo palato plasty). Besarnya lidah bisa diatasi dengan operasi tongue base channeling (mengkerutkan basis lidah).
Menurut dr. Henny Kartikawati ,M.Kes.Sp.THT,KL Penanganan dengkur yang sampai menghambat pernafasan ini tidak hanya dengan cara operasi. Penggunaan alat seperti chin retractor, mouth piece tounge device, CPAP(continuous positive airway pressure) adalah pilihan disesuaikan dengan di level mana terjadi hambatan pernafasan pada penderita. Bila cara penggunaan alat-alat bantu tersebut masih belum menyamankan pasien dan pasangan tidur, maka tidakan operatif adalah solusi.
Operasi untuk masalah obstructive sleep apnea saat ini setelah ditemukan teknologi plasma coblation, bukanlah operasi yang berbahaya. Alat plasma coblation ini memiliki triple function pada satu ujung (sucction, controlled ablation, dripping NaCl), akibatnya hasil potongannya bisa dibilang tdk berdarah, tidak terbakar (krn hanya 40 derajat celcius) dan endingnya terbentuk pengkerutan. Pengkerutan untuk kerang hidung yang besar, langit langit tenggorok yang kendor dan basis lidah yang besar adalah hal yg kita inginkan untuk memperlebar jalan nafas pada kasus dengur yang menghambat pernafasan. Dan saat ini di negara maju n alat plasma coblation ini sudah sangat biasa digunakan untuk operasi pengangkatan amandel disebabkan tingkat keamanannya yang tinggi. Operasi UPPP (uvulo pharyngo palato plasty) juga sangat terbantu jika menggunakan alat ini.
Radang tenggorok kronis, dahak yang selalu ada tiap pagi, mulut kering kerap kali juga disebabkan karena dengkur. Jadi jika dengkurnya tidak diselesaikan maka kondisi tenggorok yang tidak pernah nyaman adalah bagian dari pengaruh dengkur terhadap kesehatan juga.
Amati gaya dengkur pasangan tidur anda, kalau perlu videokan kemudian berkonsultasilah dengan dokter THT, dokter jantung atau dokter paru. Mereka akan memberikan penjelasan terkait dengkur pasangan anda. Resiko kesehatan yang bisa muncul akibat dengkur ini, harus dilihat kasus perkasus karena masing-masing pendengkur permasalahannya bisa berbeda-beda dan penangannya juga berbeda-beda?
Teknik operasi amandel dr. henny kartikawati, SpTHT, dengan alat plasma coblation. Less Pain and Less Bleeding
Tonsilektomi didefinisikan sebagai metode pengangkatan seluruh tonsil, berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu, serta dari bahasa yunani ektomi yang berarti eksisi. Tonsilektomi sudah sejak lama dikenal yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu. Cornelius celcus seorang penulis dan peneliti Romawi yang pertama memperkenalkan cara melepaskan tonsil dengan menggunakan jari dan disarankan memakai alat yang tajam, jika dengan jari tidak berhasil. Tahun 1867 dikatakan bahwa sejak tahun 1000 sebelum masehi orang Indian asiatik sudah terampil dalam melakukan tonsilektomi. Frekuensi tindakan ini mulai menurun sejak ditemukannya antibiotik untuk pengobatan penyakit infeksi. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika, tonsilektomi digolongkan operasi mayor karena kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia tonsilektomi digolongkan operasi sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit. Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 ( 152 kasus).
Beragam teknik terus berkembang mulai dari abad ke-21, diantara teknik tersebut adalah diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi dengan coblation. Keseluruhan teknik ini mempunyai keuntungan serta kerugian tersendiri dan masih terjadi perdebatan dalam pemilihan teknik yang terbaik. Anatomi Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s). Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak didalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas kebawah sampai kedinding atas esofagus. otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu: 1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf, dan limfa, 2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda dan 3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium. Perdarahan tonsil didapatkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A palatina asenden, 2. A maksilaris interna dengan cabangnya A palatina desenden, 3. A lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsalis, 4. A faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. Lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A tonsilaris, kutub atas tonsil diperdarahi oleh A faringeal asenden dan A palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui vena disekitar kapsul tonsil,vena lidah dan pleksus faringeal serta akan menuju v jugularis interna.
Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe dari dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi : 1. Indikasi absolut a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi 2. Indikasi relatif a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase. 3. Kontraindikasi a) Riwayat penyakit perdarahan b) Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol c) Anemia d) Infeksi akut Teknik operasi Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baaru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi 1. Guillotine Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut. 3. Teknik elektrokauter Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. 5. Skapel harmonik Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. 5. Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren Komplikasi Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa : • Laringosspasme • Gelisah pasca operasi • Mual muntah • Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi • Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung • Hipersensitif terhadap obat anestesi. 2. Komplikasi Bedah a) Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. b) Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi c) Komplikasi lain Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia