Waspadai Pilek Lama, Sinusitis mengintai

“Jadi pilek sangat terkait dengan sinusitis. Untuk itu, perlu diwaspadai pilek lebih dari lima hari maka harus segera diobati, jika berlanjut maka akan berpotensi terjadinya sinusitis”

Biaya Operasi sinusitis bisa ditanyakan di RS atas surat pengantar dari dokter THT yang akan melakukan operasi.

dr. Henny Kartikawati, SpTHT

Sinusitis adalah peradangan pada rongga rongga sinus. Rongga sinus sendiri terbagi menjadi empat bagian yaitu frontal (bagian bawah dahi), maxilla (tulang pipi), sphenoid (bagian belakang rongga hidung), dan ethmoid (di antara jembatan hidung dan mata). Keempat rongga tersebut bermuara ke hidung.

“Jadi pilek sangat terkait dengan sinusitis. Untuk itu, perlu diwaspadai pilek lebih dari lima hari maka harus segera diobati, jika berlanjut maka akan berpotensi terjadinya sinusitis”

Sinus berperan penting dalam meningkatkan kualitas suara kita (resonansi), karena sinus adalah rongga-rongga di dalam tengkorak yang bermuara di hidung. Selain itu sinus juga berperan dalam meringankan berat kepala kita krn tulang tengkorak menjadi berongga-rongga dan tidak terlalu compact.

Penyebab dari sinusitis adalah infeksi (virus, kuman, dan jamur) juga alergi (debu rumah, serbuk sari, udara dingin), atau adanya sumbatan (sekat hidung bengkok, kerang hidung yang besar).

Apabila sekat hidung bengkok maka harus diluruskan. Apabila infeksi diberi antibiotik yang sesuai oleh dokter  , apabila alergi sebaiknya melakukan penghindaran terhadap alergen dan minum obat anti alergi. Semua ini dilakukan supaya pilek meler dan hidung buntunya tidak berkembang menjadi sinusitis.

Sinusitis terdiri dari dua penyebab yaitu, rinogen (sebab hidung), odontogen (sebab gigi).

Sinus maxilla adalah rongga sinus di dalam pipi, sering akar gigi sampai dasar lantai sinus maxilla. Apabila gigi geraham  busuk sampai ke akarnya, nanah masuk ke saluran rongga sinus maxilla dan keluar ke hidung. Kondisi tersebut  menyebabkan ingus berbau, berisiko juga menyebabkan infeksi di mata jika nanah masuk ke mata. Nanah ini bisa juga sampai ke otak.

Ada sebuah proses ajaib di dalam sinus yang disebut “mucocilliar clearance”. Dengan bantuan dari silia, yang bentuknya sangat kecil seperti rambut. Zat yang tertangkap (debu, kuman, virus) oleh “mucocilliar clearance” tadi  bisa didorong ke tenggorokan kemudian masuk kelambung dan dimatikan oleh asam lambung.

 

operasi sinusitis dokter tht terbaik
Choncha/ kerang hidung


Sinusitis akut gejalanya menonjol, sakit kepala hebat, pilek dan demam, nyeri terasa di wajah sekitar hidung, segeralah berobat akan sembuh segera, bila tidak segera berobat akan menjadi sinusitis kronis.

Sinusitis kronis memang dimulai dari sinusitis akut yang tidak diobati. Untuk penyembuhan sinusitis kronis kadang obat tidak menyembuhkan, sehingga perlu dioperasi, untuk membersihkan sinus dari lendir pekat dan nanah. Kalau sudah terbentuk polip operasi dilakukan untuk mengangkat polipnya.

Konka (kerang hidung) yang besar juga bisa menyebabkan terjadinya sinusitis. Konka yang membesar banyak terjadi pada pilek alergi. Pilek alergi bisa menyebabkan munculnya daging tumbuh yang disebut polip. Konka besar dan polip hidung ini juga bisa menjadi penyebab sinusitis.

Pengecilan konka ada dua cara yaitu dengan memotong konka (konkotomi) atau dengan konka reduksi (pengecilan konka). Konka reduksi adalah operasi mengecilkan konka dengan cara ditusuk dengan alat khusus yang disebut Plasma Coblation. Keuntungan operasi dengan alat ini adalah bloodless operation, sangat berbeda dengan operasi konkotomi yang perlu ditampon karena berdarah-darah.

Bagaimana cara mendiagnosa sinusitis ? Diagnosa sinusitis  ditelaah oleh dokter berdasarkan keluhan diatas dan berdasarkan pemeriksaan fisik. Ct-scan sinus diperlukan sebagai pemeriksaan penunjang. Selanjutnya dokter akan memberikan obat yang sesuai dengan penyebab sinusitisnya. Operasi dilakukan pada sinusitis yang kronis, berulang dan tidak ada perbaikan dengan obat.

Lalu, bagaimana cara mengobati sinusitis? Apabila disebabkan oleh alergi maka harus menghindari penyebab alergi. 80 persen pilek alergi di Indonesia adalah menghirup debu rumah ( debu di lantai, di meja, atau di sprei). Maka orang dengan alergi debu maka sebaiknya meminta bantuan orang lain untuk  membersihkan rumah, jangan bersih bersih sendiri.

Apabila sinusitis sudah mencapai ke mata bisa terjadi oftalmitis,  jika infeksi menyebar ke selaput otak, bisa menyebabkan meningitis. Dua hal inilah komplikasi  berbahaya dari sinusitis.

Komplikasi sinusitis yang paling sering dialami pasien apabila infeksi mencapai paru-paru dan telinga. Patut diwaspadai sinusitis dengan gejala batuk terus. Kuman dari hidung, bisa masuk ke dalam paru-paru sehingga pasien berpotensi mengalami sinobronkitis. Biasanya sinusitis sangat mudah menyebabkan telinga bindeng agak budeg dan berdenging.

Sinusitis yang disebabkan sekat hidung yang bengkok perlu operasi hidung untuk meluruskan sekat bengkoknya. Sinusitis yang disebabkan karena gigi perlu penanganan dokter gigi atau dokter gigi spesialis bedah mulut. 

Jika gejala tidak berkurang setelah pengobatan antibiotik dan pasien masih mengalami gejala dari sinusitis, bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) akan disarankan. BSEF adalah operasi umum untuk sinusitis. Operasi ini sangat efektif dalam menyembuhkan sinusitis.

Ketika operasi, dokter THT akan memasukkan endoskop ke dalam hidung. Endoskop adalah pipa kecil dengan lensa kamera di ujungnya untuk memperbesar tampilan dari dalam hidung. Pengangkatan polip dan pelebaran muara sinus dilakukan dengan bantuan endoscope ini. Ini adalah operasi alat canggih yang saat ini sudah sangat sering dilakukan di rumah sakit besar di Indonesia.

jadwal lengkap dr henny SpTHT

tentang operasi amandel

manual operasi sinusitis

Refluks Laringofaring (LPR)

Refluks Laringofaring (LPR)

Gejala LPR (Laringofaring Refluks)

Apa itu refluks laringofaring?

Laryngopharyngeal reflux (LPR) adalah suatu kondisi di mana asam yang dibuat di lambung naik ke kerongkongan (esofagus) dan sampai ke tenggorokan.

Siapa yang mengalami refluks laringofaring?

Siapa pun bisa terkena LPR, tetapi LPR terjadi lebih sering seiring bertambahnya usia. Orang yang lebih mungkin memiliki LPR termasuk mereka yang:

  • Memiliki kebiasaan makan tertentu.
  • Kenakan pakaian ketat atau mengikat secara konsisten.
  • Apakah kelebihan berat badan.

Gejala dan Penyebab LPR

Apa yang menyebabkan refluks laringofaring?

LPR disebabkan oleh asam lambung yang naik ke tenggorokan. Saat Anda menelan makanan, makanan melewati tenggorokan anda dan melalui kerongkongan menuju ke lambung. Otot sfingter esofagus inferior yang befungsi  mengontrol pembukaan antara esofagus dan lambung yang seharusnya tetap tertutup rapat kecuali saat Anda menelan makanan.

Ketika otot ini gagal menutup, isi perut yang mengandung asam dapat berjalan kembali ke kerongkongan. Aliran berbalik ini disebut refluks.

Apa saja gejala refluks laringofaring?

Gejala LPR dirasakan di tenggorokan dan meliputi:

  • Sakit tenggorokan
  • Suara serak ringan
  • Sensasi ada benjolan di tenggorokan
  • Kebutuhan untuk membersihkan tenggorokan
  • Sensasi lendir yang menempel di tenggorokan, dan / atau tetesan post nasal
  • Kronis (lama -term) batuk
  • Kesulitan menelan
  • Laring merah, bengkak, atau iritasi (kotak suara).
  • pasien sering berdehem

Diagnosis dan Tes

View of normal voice box | Cleveland Clinic

Bagaimana mendiagnosis refluks laringofaring?

LPR biasanya didiagnosis berdasarkan gejala iritasi atau bengkak pada tenggorokan dan bagian belakang kotak suara pasien. Dalam banyak kasus, tidak diperlukan pengujian untuk membuat diagnosis.

Jika pengujian diperlukan, tiga pengujian yang umum digunakan adalah: studi menelan yaitu melihat langsung ke lambung dan kerongkongan melalui endoskopi  dan tes pH esofagus:

  • Dalam studi menelan, pasien menelan cairan khusus yang disebut barium, yang melapisi esofagus, lambung, dan usus sehingga akan diuraikan pada sinar-X. Ini memungkinkan dokter untuk melihat pergerakan makanan saat melewati dari mulut ke kerongkongan.
  • Dokter juga dapat melihat bagian dalam lambung dan kerongkongan dengan endoskopi, selang kecil panjang dengan kamera di ujungnya, dikerjakan oleh dokter THT/ Penyakit dalam/ Bedah digestif melalui hidung/ mulut, ke kerongkongan dan masuk ke lambung. 
  • Tes pH esofagus mengukur dan mencatat pH (tingkat asam) di esofagus. Sebuah tabung tipis dan kecil dengan alat di ujung yang merasakan asam dilewatkan dengan lembut melalui hidung, turun ke kerongkongan, dan diposisikan sekitar 2 inci di atas sfingter esofagus bagian bawah. Tabung diikat ke sisi wajah dengan selotip. Ujung tabung yang keluar dari hidung dipasang ke perekam portabel yang dikenakan di sabuk atau di atas bahu. Perekam memiliki pH.
PH Monitoring | Cleveland Clinic

Penatalaksanaan dan Pengobatan LPR

Bagaimana pengobatan refluks laringofaringeal?

Sebagian besar kasus LPR tidak memerlukan perawatan medis dan dapat ditangani dengan perubahan gaya hidup, termasuk yang berikut ini:

  • Ikuti diet hambar (kadar asam rendah, rendah lemak, tidak pedas).
  • Makan sering, dalam porsi kecil.
  • Menurunkan berat badan.
  • Hindari penggunaan alkohol, tembakau dan kafein.
  • Jangan makan makanan kurang dari 2 jam sebelum tidur.
  • Angkat kepala tempat tidur Anda sebelum tidur. Letakkan benda yang kuat dan kokoh (seperti papan) di bawah bagian atas kasur. Ini akan membantu menopang kepala dan bagian atas tubuh Anda, yang akan membantu mencegah asam lambung naik ke tenggorokan Anda.
  • Minum obat bebas, termasuk antasida, seperti pengurang asam lambung, seperti ranitidine (Tagamet® atau atau penghambat pompa proton, Pastikan untuk minum semua obat sesuai petunjuk.

Dalam kasus LPR yang sangat parah, pembedahan mungkin direkomendasikan sebagai pengobatan.

Apa yang dapat terjadi jika refluks laringofaring tidak diobati?

Jika tidak diobati, LPR dapat menyebabkan:

  • Radang tenggorokan
  • Batuk kronis
  • Pembengkakan pita suara
  • Bisul (luka terbuka) pada pita suara
  • Pembentukan granuloma (massa) di tenggorokan
  • Memburuknya asma, emfisema, dan bronkitis

LPR yang tidak diobati juga dapat terjadi berperan dalam perkembangan kanker laring.

Pencegahan

Apakah refluks laringofaring dapat dicegah?

Untuk mengurangi kemungkinan Anda terkena LPR, hindari hal-hal berikut ini: Makanan

  • asam, pedas, dan berlemak
  • Alkohol
  • Tembakau
  • Minuman yang mengandung kafein (teh, kopi, soda, dll.)
  • Cokelat
  • Mint atau makanan rasa mint
  • Hal-hal lain yang dapat Anda lakukan untuk membantu mencegah LPR :
  • Jangan memakai pakaian ketat atau mengikat.
  • Hindari stres yang berlebihan. Pelajari cara untuk membantu mengelola atau mengurangi tingkat stres.
  • Pastikan untuk menjaga berat badan yang sehat.
  • Hindari makan kurang dari 2 jam sebelum tidur.

Prognosis

Bagaimana prognosis untuk pasien yang mengalami refluks laringofaring?

Prognosis penderita LPR baik karena sebagian besar penyebabnya dapat dikontrol dengan pola hidup sehat. Tanyakan kepada dokter Anda untuk saran dan tip lain dalam merawat dan mencegah LPR.

HOME

jadwal lengkap dr henny SpTHT

tentang operasi amandel

manual operasi sinusitis

RADANG TELINGA TENGAH/ Otitis Media Akut (OMA)

 

Infeksi Rongga Telinga Tengah_ Otitis Media

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah , tuba eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.
Tuba eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu, sumbatan  dan obstruksi pada tuba eusthacius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang pada akhirnya menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah  sampai dengan terjadinya peradangan berat.
Defenisi:
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau virus yang terjadi kurang dari 3 minggu. Dari sumber lain disebutkan bahwa yang dimaksud otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel – sel mastoid
Anamnesis
    Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas, keluhan utama,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, kemudian kita menanyakan tentang penyakit yang berhubungan pada kasus. Pada kasus ottitis media akut sakit telinganya muncul disebabkan oleh apa? Apakah sering korek telinga? Biasanya pada anak didahuli dengan gejala ISPA,kita juga perlu menanyakan bagaimana  sifat dan beratnya keluhan yang disampaikan pasien kepada dokter. Kapan dan bagaimana mulanya, bagaimana perjalanannya (bertambah, berkurang, tetap, terjadi sebentar-sebeh, berkurang, tetap, terjadi sebentar-sebentar, naik-turun), berapa lamanya (akut, subakut, kronis), dan bagaimana frekuensinya. Kemudian dicari keterangan tentang keluhan dan gejala lain yang terkait.
Setelah itu, pasien ditanyakan mengenai keluhan pada telinga:
–    Kurang pendengaran: kanan/kiri, nada tinggi atau nada rendah atau seluruh nada, mengerti pembicaraan, lebih terganggu di tempat sunyi atau di tempat ramai, kelainan kongenital, masalah kehamilan, masalah perinatal, hubungan keluarga, eksposisi-suara, pemakaian obat-obat ototoksik, trauma kapitis, radang telinga, meningitis, penyakit lain (gondongan, campak, influenza).
–    Nyeri telinga: kanan/kiri, dalam/sekitar telinga, rasa tertekan, gatal.
–    Cairan yang keluar: kanan/kiri, aspek (serosa, mucus, purulen, berdarah), jumlahnya, penyebab, berbau.
–    Telinga berdenging: kanan/kiri, nada tinggi/rendah, sinkron dengan denyut nadi. Akhirnya, selalu ditanyakan kemungkinan penyakit lain yang diderita pasien, pemakaian obat-obatan, penyakit yang lalu, pembedahan.1
Pemeriksaan


Umum : Melihat keadaan pasien apakah pasien dalam keadaan sadar atau tidak. Melakukan pemeriksaan tanda vital, seperti tekanan darah, suhu, nadi, frekuensi pernapasan.
Pemeriksaan telinga: alat yang diperlukan adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop,pelit kapas, pengait serumen,pinset telinga dan garpu tala.
Pasien duduk dengan posisi badan congdong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.
Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk tilinga , daerah belakangdaun telinga (retro-aurikular) apakah terdapat peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun telinga keatas dab kebelakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membran tympani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskoip ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang ototskop ditekan pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang diliatkan, bila konsistensinya lunak dapat dikeluarkan dangan pengait.  Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih diencerkan dulu dengan minyak.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan hasil dari pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif.
Uji penala   yang dilakukan sehari-hari adalah uji Rinne dan Weber.
Uji Rinne  : dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garputala tersebut diletakkan pada tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga selama 2-3 detik ditempat mana yang lebih keras. Bila bunyi terdengar lebih keras bila garputala diletakkan didepan liang telinga berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadan seperti ini disebut tes Rinne (+). Bila bunyi yang terdengar lebih keras ditulang mastoid, maka telinga yang diperfiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lenih dari 20 dB. Keadaan ini disebut tes Rinne (-)
Uji weber dilakukan dengan meletakkan kaki pelana yang telah digetarkan pada garis tengah wajah atau kepala. Ditanyakan pada pasien di telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada keadaan normal pasien mendengar suara ditengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendegar lebih keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit menderita tli sensorineural. Telinga yang sakit lateralisasi ke telinga yang sakit berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
Penunjang :


•    Timpanometri
Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat ; sebagian diabsorpsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari tabung tersebut. Satu alat pengukur pada telinga normal memperlihatkan bahwa besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pnegukur kelenturan.
Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah – ubah. Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan.
Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpanoosikular yang normal.
•    Tipe A (Timpanogram normal). Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara
      sekitar, memberi kesan tekanan udara telinga tengah yang normal.
•    Tipe As. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, tapi kelenturan
     lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekakuan sitem osikular seringkali dihubungkan
     dengan tipe As.
•    Tipe Ad. Kelenturan maksimum yang sangat t6inggi terjadi pada tekanan udara sekitar, dengan
     peningkatan kelenturan yang sangat cepat saat tekanan diturunkan mencapai tekanan udara
     sekitar normal. Tipe Ad dikaitkan dengan diskontinuitas sistem osikular atau suatu membrana
     timpani monometrik.
•    Tipe B. Timpanogram relatif “datar” atau “berbentuk kubah” memperlihatkan sedikit perubahan
     dalam kualitas pemantul sistem timpano-osikular dengan perubahan tekanan udara dalam liang
     telinga. Timpanogram tipe B dihubungkan dengan cairan dalam telinga tengah, gendang telinga
     yang menebal atau sumbatan seruman. Ciri hambatan sistem timpano-osikular didominasi oleh
     sifat tak dapat dipadatkan dari kelainan yang ada. Sedikit perubahan tekanan hanya kecil
     pengaruhnya.
•    Tipe C. Kelenturan maksimal terjadi pada tekanan ekivalen negatif lebih dari 100 mmH2O pada
     liang telinga. Pemeriksaan otoskop biasanya memperlihatkan retraksi membrana timpani dan
     mungkin juga cairan dalan telinga tengah.
Suatu timpanogram berbentuk huruf W dihubungkan dengan parut atrofik pada membrana timpani atau dapat pula suatu adhesi telinga tengah, namun biasanya membutuhkan nada dengan frekuensi yang lebih tinggi sebelum dapat didemonstrasikan.
•    Audiometri nada murni
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer dan hasil pencatatanya disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1frekuensi. Pemeriksan dilakukan di ruang kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone pada frekuensi 125, 250,5000,1000,2000,4000, dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan memasang bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500,1000,2000,4000 Hz. Intesitas yang biasa digunakan antara 10-100 dB secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiografm untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.6


Diagnosis


    OMA harus dicurigai pada setiap anak yang mudah terangsang atau letargi. Nyeri telinga dalam yang berat biasanya berkembang cepat dan disertai dengan demam dan gangguan pendengaran. Kadang – kadang, nyerinya tidk berat dan ketika timbul otorea serosanguineus mendadak, timbul kesadaran adanya infeksi. Pada neonates, mungkin letargi adalah satu – satunya; demam seringkali tidak ada bahkan pada infeksi berat.
Diagnosis dibuat dengan otoskopi. Penarikan daun telinga saat memasukkan speculum tidak meningkatkan ketidaknyamanan. Pada otitis media akut dini MT dapat hiperemik tapi konturnya normal. Menurunnya mobilitas MT merupakan temuan yang konsisten. Dengan berkembangnya infeksi, gendang telinga menjadi lebih tebal, lebih meradang dan dapat menggembung ke lateral. Tanda – tandanya mungkin tidak dapat dikenali sama sekali. Infeksi mikoplasma telinga tengah disertai dengan gelembung pada permukaan lateral MT. gelembung terisi dengan cairan dan nyeri hebat infeksi ini sembuh segera dengan merobeknya jarum spinal. Timpanosentesis diagnostic untuk biakan dan sensitivitas terindikasi pada beberapa penderita berumur kurang dari 8 minggu, penderita imonodefisisensi, dan penderita OMA yang timbul saat endpat antibiotic. Timpanosentesis diagnostic harus juga dipikirkan padapenderita yang tidak berespons terhadapa terapi konvensional atau memperlihatkan komplikasi OMA. Di bawah mikroskop, dibiuat insisi kecil denga jarum spinal berukuran 22 dimasukkan ke dalam kuadran anterior-inferior telinga tengah dan cairan di aspirasi.
Pewarnaan Gram cepat dapat membantu, dan biakan dengan uji sensitivitas memungkinkan seleksi antibiotic tertentu.
Menurut 2004 Guidelines From The American Academy Of Pediatrics And Of The American Academy Of Family Physicians, diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut :
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut).
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah.
    Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
                  a. menggembungnya gendang telinga
                  b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
                  c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga .
                  d. cairan yang keluar dari telinga
3.  Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
     antara tanda berikut:
                  a. kemerahan pada gendang telinga
                  b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel.Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
    Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
    Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
Working Diagnosis
    Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel – sel mastoid.
    Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas.
Guna saluran ini adalah:
    Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.
    Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.
Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (= otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME).
Masing – masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA ) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/OMP).
Pembagian tersebuat dapat terlihat pada bagan berikut :
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibody. Otitis media akut (OMA) terjadi kibat factor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena anatomi tuba Eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.
Differential diagnosis


•    Otitis media serosa akut
    Otitits media serosa akut adalah keadaan terbentuknya secret di telinga tengah secara tiba –tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
Keadaan akut dapat disebabkan oleh
a.    Sumbatan pada tuba, maka akan terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh
       tersumbatnya tuba sevara tiba – tiba seperti pada barotrauma.
b.    Virus, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus pada jalan
       napas.
c.    Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan alergi pada jalan napas.
d.    Idiopatik
Gejala :
Gejala yang menonjol pada OMSA biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh terasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring dan berbeda, pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang – kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa nyeri dalam telinga dapat terjadi pada awal tuba terganggu, menyebabkan timbul tekanan negative pada telinga tengah, tetapi setelah secret terbentuk tekanan negative ini perlahan – lahan menghilang. Rasa sakit di dalam telinga tidak pernah ada apabila penyebabnya virus atau laergi. Tinnitus, vertigo atau pusing kadang – kadang ada dalam bentuk ringan.
•    Otitis Media Efusi (otitis media serosa)
Otitis media efusi (OME) ialah terdapatnya cairan di dalam telinga tengah, tanpa ada tanda-tanda infeksi akut seperti nyeri atau demam. Banyak didapatkan pada anak-anak. Insidennya bertambah pada usia dua tahun pertama, kemudian menurun secara berangsur.
OME merupakan penyakit yang sembuh sendiri, sebagian dalam waktu tiga bulan dan tiga perempat bagian dalam waktu enam bulan. Ada kecenderungan untuk residif (terulang kembali).
Adanya infeksi saluran napas atas (seperti rhinitis dan adenoiditis) dan disfungsi saluran tuba eustachius mempunyai peranan penting pada timbulnya OME. Bakteri dan hasilnya (endotoksin)
dapat masuk ke telinga tengah dan menyebabkan reaksi peradangan, sehingga timbul eksudat.


Gejala klinis yang penting adalah kurangnya pendengaran. Kadang-kadang terdapat rasa tekanan di dalam telinga.
Gejala dan tanda    OMA    Otitis media dengan efusi
Nyeri telinga, demam, rewel    +    –
Efusi telinga tengah    +    +
Gendang telinga suram    +    +/-
Gendang yang menggembung    +/-    –
Gerakan gendang berkurang    +    +
Berkurangnya pendengaran    +    +
Etiologi


Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor petahan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba yang terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan menyebabkan peradangan.
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus.
Selain itu dikatakan juga pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak, makan sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA, sedangkan pada bayi OMA lebih mudah terjadi karena tuba Eustachius nya masih pendek, lebar dan letaknya horizontal sehingga apabila terjadi infeksi saluran napas atas akan sangat memudahkan invasi kuman yang akan menyebabkan terjadi otitis media.
Seperti yang telah disebutkan diatas mengenai saluran tuba Eustachius pada anak dan bayi, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan mengapa pada anak dan bayi lebih sering mengalami OMA, yaitu :
1.    Sistem kekebalan tubuh anak yang masih dalam tahap perkembangan
2.    adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Epidemiologi
    Hampir 85% anak mempuyai paling sedikit satu episode otitis media akut pada umur 3 tahun, dan 50% anak akan mempunyai dua episode atau lebih. Bayi dan anak kecil berisiko paling tinggi untuk otitis media, frekuensi insiden adalah 15-20% dengan puncak terjadi dari umur 6-36 bulan dan 4-6 tahun. Anak yang menderita otitis media pada umur tahun pertama mempunyai kenaikan resiko penyakit akut kumat atau kronis. Sesudah episode pertama, sekitar 40% anak menderita efusi telinga tengah yang menetap selama 4 minggu dan 10% menderita efusi yang masih ada pada 3 bulan. Insiden penyakit cenderung menurun sebagai fungsi dari umur sesudah umur 6 tahun. Insiden tinggi pada laki-laki, kelompok sosioekonomi yang lebih rendah, dan lebih tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Insiden juga bertambah pada musim dingin dan awal musim semi.
Gejala klinis


    Pada perjalan penyakit otitis media akut yang biasa, gejala yang timbul dalam beberapa hari berupa otalgia, demam, tidak enak menyeluruh dan kehilangan pendengaran. Pada bayi, gejalanya kurang dan dapat berupa iritabilitas, diare, muntah atau malise. Munculnya gejala klinik ini biasanya diawali oleh infeksi saluran nafas atas beberapa hari atau minggu sebelumnya.
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
    Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
    Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi   
    Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
    Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
    Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
OMA std. Supurasi    OMA std. Hiperemis    OMA std. Perforasi
Udem hebat pada mukosa telinga
–    Terbentuk secret eksudat purulen di kavum timpani sehingga menonjol (bulging) kea rah telinga luar.
–    Tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat.
–    Rasa nyeri telinga yang bertambah hebat.    –    Vasodilatasi pembuluh darah di membrane timpani.
–    Hiperemis dan udem pada membrane timpani.
–    Terbentuk secret eksudat serosa.    –    Nanah mengalir keluar dari telinga tengah ke telinga luar.
–    Anak yang tadinya gelisah menjadi tenang dan dapat tertidur nyenyak.
–    Suhu badan turun.
Patofisiologi
    Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin merupakan kombinasi beberapa faktor, dengan disfungsi tuba eustachii dan kerentanan anak terhadap infeksi saluran pernapasan atas berulang adalah sangat penting. Tuba eustachii anak berbeda dengan tuba orang dewasa dalam hal tuba eustachii anak lebih horizontal dan lubang pembukaannya, tonus tubarius, agaknya mempunyai banyak folikel limfoid yang mengelilinginya. Juga pada anak, adenoid dapat mengisi nasofaring, secara mekanik dapat menyekat lubang hidung dan tuba eustachii atau berperan sebagai fokus infeksi yang dapat turut menyebabkan edema dan disfungsi tuba eustachii.
Obstruksi mekanik atau fungsional tuba eustachii dapat mengakibatkan efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsic dapat akibat dari infeksi atau alergi dan obstruksi ekstrinsik dari adenoid obstruktif atau tumor nasofaring. Kolaps menetap tuba eustachii selama menelan dapathii selama menelan dapat mengakibatkan obstruksi fungsional akibat pengurangan kekakuan tuba, dan mekanisme pembukaan aktif yang tidak efisien, atau keduanya.
Obstruksi tuba eustachii mengakibatkan tekanan telinga tengah negatif dan, jika menetap, mengakibatkan efusi telinga tengah transudatif. Bila tuba eustachii tidak secara total terobstrruksi secaara mekanik, kontaminasi ruang telinga tengaah dari sekresi nasofaring dapath dari sekresi nasofaring dapat terjadi karena refluks (terutama bila membrane timpani mengalami perforasi atau bila timpanoplasti tuba), karena aspirasi (dari tekanan telinga tengah yang terjadi karena refluks (terutama bila membrane timpani mengalami perforasi atau bila timpanoplasti tuba), karena aspirasi (dari tekanan telinga tengah yang sangat negat sangat negatif), atau karena peniupan (insufflasi) selama menangif), atau karena peniupan (insuflasi) selama menangis, peniupan hidung, bersin dan penelanan bila hidung terobstruksi. Bayi dan anak kecil mempunyai tuba eustachii yang lebih pendek dari anak yang lebih tua dan orang dewasa, yang membuatnya lebih rentan terhadap refluks nasofaring ke dalam ruang telinga tengah dan terhadap perkembangan otitis media akut.
Anak kecil menderita kenaikan infeksi virus saluran pernapasan atas. Infeksi ini mungkin menyebabkan edema mukosa tuba eustachii sehingga menyebabkan penambahan disfungsi tuba eustachii. Pembesaran reaktif jaringan limfoid, seperti adenoid atau jaringan orifisium tuba eustachii, dapat juga secara mekanik menyekat fungsi tuba dan memberikan reaksi radang.
Anak kecil mempunyai perkembangan sistem imun imatur, yang mungkin merupakan faktor lain yang menyebabkan insiden tinggi otitis pada kelompok umur ini.
Etiologi:
-perubahan tekanan udara tiba-tiba
-alergi
-infeksi
-sumbatan: sekret, tampon, tumor
Gangguan tuba
Tekanan negatif telinga tengah
Efusi
Normal/ sembuh    Fungsi tuba terganggu
Infeksi (-)            Infeksi (+)
OME              sembuh       OME        OMSK
Gambar 1. Patogenesis Terjadinya Otitis Media
Komplikasi
•        Otitis Media Kronis
Merupakan suatu peradangan kronis selaput lendir telinga tengah dan mastoid dengan keluarnya cairan (otore) melalui kerusakan di gendang telinga sentral; kadang-kadang sebagai akibat OMA yang tidak sembuh (lebih lama dari tiga minggu). Kadang-kadang penyaki ini merupakan suatu gangguan tersendiri, yaitu terjadi otore akibat infeksi dari luar melalui suatu kerusakan gendang telinga yang sudah ada sebelumnya. Gangguannya cenderung akan terus terulang kembali.
Otitis media kronik dengan kolesteatoma atau benjolan mutiara disebabkan oleh pertumbuhan kulit liang-telinga atau lapisan epitel gendang telinga yang masuk ke telinga tengah atau mastoid.
•    Perforasi gendang telinga
Suatu bentuk otitis media dapat menyebabkan kerusakan pada gendang telinga atau rangkaian tulang-pendengaran. Perforasi gendang telinga sering berbentuk ginjal dan letaknya di kedua kuadran bawah. Suatu perforasi selaput gendang telinga disebut sentral bila dikeliling cacatnya masih ada gendang telinga. Suatu perforasi disebut marginal apabila sebagian cacatnya berbatasan dengan liang telinga. Melalui perforasi marginal, epitel kulit tumbuh ke dalam telinga tengah dan terbentuklah kolesteatoma.
Suatu perforasi gendang telinga hanya menambah resiko untuk terulangnya radang telinga tengah. Pada umumnya pasien dengan perforasi gendang telinga disarankan untuk mencegah masuknya air ke dalam telinga. Terutama sabun dan shampoo yang menurunkan tegangan permukaan, dapat mengakibatkan otore berulang.
•    Timpanosklerosis
Timpanosklerosis kemungkinan besar disebabkan oleh radang telinga tengah berulang berkali-kali yang kadang-kadang berlangsung tanpa gejala. Setelah sembuh dari peradangan, akan mengendap garam kapur (kalkzouten) di gendang telinga, selaput lender promontorium, atau di selaput lendir di sekitar rangkaian tulang-tulang pendengaran. Endapan garam kapur di dalam jaringan ikat hyalin disebut timponosklerosis.
•    Atrofi dan atelektasis
Karena tekanan rendah di dalam telinga tengah yang kronis, selain kolesteatoma, dapat pula strofi gendang telinga. Gendang telinga yang mengalami atrofi akan tertarik ke dalam akibat rendahnya tekanan dan lama-kelamaan timbul perlekatan ke dinding medial kavum timpani, sehingga terjadi atelektasis. Atelektasis dapat merusak tulang pada rangkaian tulang pendengaran.
•    Mastoiditis akut
Mastoiditis merupakan suatu osteitis pada system sel mastoid. Di Indonesia, mastoiditis masih sering dijumpai kalau pemeliharaan kesehatan kurang baik. Hal ini dipandang sebagai komplikasi dari otitis media kaut atau kronis. Gambaran klasik terdiri dari otitis media dengan edema perios dan kulit liang telinga, dengan akibat dinding belakang terdesak ke depan. Karena ada edema di belakang telinga seinggi antrum, kulit setempat menjadi tebal dan merah, sehingga daun telinga terdesak ke depan bawah. Ada nyeri tekan di tempat tersebut dan sering juga di ujungum, kulit setempat menjadi tebal dan merah, sehingga daun telinga terdesak ke depan bawah. Ada nyeri tekan di tempat tersebut dan sering juga di ujung mastoid.
•    Paresis dan paralisis n. fasialis
Paresis n.fasialis kadang-kadang didapatkan karena adanya kolesteatoma di sekitar n.fasialis. saluran tulang n.fasialis rusak sehingga menekan saraf. Beberapa kali keadaan ini tampak sebagai komplikasi OMA.
Penatalaksanaan


    Terapi tergantung pada penyebab bakteria penyakit dan pada hasil uji kerentanan antibakteria. Organisme penginfeksi yang paling lazim pada otitis media akut adalah Streptococcus pneumoniae . Dua patogen utama berikutnya adalah Haemophillus inflenzae tetapi tidak dapat ditipe dan Moraxella catharralis. Berbagai bakteria lain menyebabkan sebagian kecil sisa infeksi.
Ini dapat meliputi bakteria gram-positif maupun gram-negatif. Pada neonatus umur di atas 2 minggu, S. pneumoniae dan H. Influanzae terus merupakan organisme penginfeksi yang paling lazim. Namun, pada bayi umur kurang dari 2 minggu atau mereka yang masih dirawat inap, bakteri gram-negatif, Staphylococcus aureus , dan Streptococcus grup B menjadi lebih lazim.
    Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi rupture.
Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Amoksisilin oral adalah pilihan awal bila organisme penyebab belum diketahui karena biasanya efektif terhadap bakteri yang paling lazim ditemukan. Obat ini diberikan 40 mg/kg/24 jam tiga kali sehari selama 10 hari. Namun, hampir semua M. Catharralis dan 25% H.influenzae resisten terhadap amoksisilin. Lagipula, makin bertambahnya insiden resisten penisilin telah ditemukan pada S.pneumoniae, dan S.pneumoniae resisten yang bermuktiplikasi telah diidentifikasi di seluruh dunia. Ada juga kekhawatiran karena semakin bertambahnya insiden S.pneumoniae resisten bermiltiplikasi akibat sering mneggunakan antibiotik pada anak berkontak fisik dekat,seperti pada pusat perawatan anak. Karenanya pada peda penderita yang baru minum amoksisilin atau yang hidup di daerah dengan insiden resisten yang ditengahi β-laktamase tinggi, ada berbagai antibiotik lain yang tersedia untuk mengobati otitis media akut pada anak. Agen ini bervariasi dalam kemanjuran untuk setiap bakteri juga dalam rasa maupun harga.
Jika otitis media tidak tampak berespons terhadap antibiotik, adalah beralasan untuk memindah ke kelas obat yang lain. Jika ada penjelekan klinis atau jika ada kemungkinan organisme persisten (penderita imunosupresi, berkali – kali mendapat antibiotik sebelumnya) harus dilakukan timpanosentesis unruk mengidentifikasi organisme penginfeksi.
Bila organisme yang resisten dibiakkan dari aspirat telinga tengah atau dari otorea, atau bila penderita gagal membaik secara klinis sesudah pengobatan amoksisilin awal (mungkin karena bakteri resisten ampisilin) dan jika timpanosentesisi atau miringotomi tidak dilakukan, agen antibiotik awal hatus diganti. Pilihan yang tepat dapat berupa eritromisin (50 mg/kg/24 jam) bersama dengan sulfonamid (100 mg/kg/24 jam trisulfa atau 150 mg/kg/24 jam sulfisoksazol) empat kali sehari. Trimetoprim-sulfametoksazol (8 dan 40 mg/kg/24 jam) dua kali sehari sefaklor (40 mg/kg/24 jam) tiga kali sehari, amoksisilin-klavulanat (40 mg/kg/24 jam) tiga kali sehari, sefuroksim aksetil (125-250 mg/kg/24 jam) dua kali sehari, atau sefiksim (8 mg/kg/24 jam) sekali atau dua kali sehari.
Jika penderita alergi terhadap penisilin, kombinasi eritromisin oral dan tripel sulfonamid atau sulfisoksazol merupakan alternatif. Gabungan trimetoprim-sulfametoksazol merupakan dapat juga diberikan pada mulanya pada individu sensitif penisilin, tetapi keefektifannya dalam mengobati potitis media kaut yang disebabkan oleh Staphylococcus pyogenes dan strain resisten S.pneumoniae adalah belum pasti. Kombinasi sulfonamid mempunyai angka efek samping yang amat merugikan, yang pada kesempatan yang jarang adalahserius dan bahkan mematikan. Pemberian sefaktor telah mengakibatkan reaksi tipe penyakit serum.
Terapi suportif tambahan, termasuk analgesik, antipiretik, dan panas lokal, biasanya membantu. Meperidin hidroklorida dapat juga diperlukan sedasi. Dekongestan oral, misalnya pseudoefedrin hidrolorida, dapat melegakan kongesti hidung dan antihistamin dapat membantu penderita dengan alergi hidung yang diketahui atau yang dicurigai. Namun kemanjuran antihistamin dan dekongestan pada pengobatan otitis media akut belum ditegakkan.
Pada penderita dengan nyeri telinga berat yang luar biasa, miringotomi dapat dilakukan pada mulanya utnuk memberi kelegaam segera. Bila drainase terapeutik diperlukan, pisau miringotomi harus digunakan dan insisi dibuat cukup besar untuk memungkinakan drainase telinga tengah yang cukup.
Jika manifestasi klini sinfeksi akut penderita bertambah selama 24 jam pertama meskipun dengan terapi antibiotik harus dicurigai infeksi bersama seperti meningitis atau komplikasi otitis media supuratifa. Anak harus diperiksa ulang dan timpanosentetis serta miringotommi dilakukan.s ama halnya jika penderita berlanjut menderita nyeri, demam, atau keduanya yang lumayan sesudah 24-48 jam, timpanosentesis dan miringotomi harus dilakukan sebagai prosedur diagnostik dan terapeutik ; identifikasi organisme yang sering  resisten dalam masyarakat harus diberikan.
Semua penderita harus dievaluasi ulang sekitar 2 minggu sesudah pemberian pengobatan, pada saat ini harus ada bukti penyembuhan otoskopik, seperti pengurangan radang dan pengembalian mobilitas membrana timpani. Pemantauan periodik terindikasi pada penderita yang telah mengalami episode kumat.
Miringotomi
Miringitomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Tindakan bedah kecil ini harus dilakukan a vue (lihat langsung), pasien harus tenang dan dikuasai. Lokasi insisi di kuadran posterior inferior.
Operator harus memakai lampu kepala dengan sinar yang cukup terang, corong telinga yang sesuai, serta pisau : parasentesis yang kecil dan steril. Dianjurkan untuk melakukannya dengan narkosis umum dan memakai mikroskop. Bila pasien mendapat terapi yang adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma nervus fasialis, dan trauma pada bulbus jugular.
Pencegahan


    Beberapa hal yang dapat mengurangi risiko OMA adalah:
•     Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak
•     Pemberian ASI minimal selama 6 bulan
•     Berikan vaksinasi teratur
•     Berikan makanan sehat, cukup dan bergizi.
•     Jaga sanitasi lingkungan
Prognosis
Dengan terapi antibiotic yang efektif, gejala sistemik seperti demam dan letargi, akan hilang bersamaan dengan hilangnya rasa sakit local dalam 48 jam.
•    Ingat bahwa efusi telinga tengah dan tuli konduktif dapat terjadi selama terapi.
•    Anak –anak dengan serangan kurang dari tiga kali, tiga kali lebih mudah disembuhkan dengan antibiotic tunggal, sama seperti anak – anak yang mendapat OMA selama  tidak musim dingin.

Kesimpulan

•    Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
•    Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis.
•    Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.
•    Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
•    Terapi bergantung pada stadium penyakitnya.
•    Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

Dokter Henny Kartikawati Spesialis THT

RS SMC Telogorejo Semarang
RS Columbia Asia Semarang
Praktek Pribadi Jl. Murbei no 17 A Sumurboto Banyumanik Semarang
web pribadi https://hennykartika.com dan https://dokter-tht-spesialis.com

Apa itu Penyakit GERD (Gastroesophageal reflux disease)

Jadwal Praktek dr. Henny K SpTHT
Semarang

RS Telogorejo/ Columbia Asia/ Jl. Murbei

 

Penyakit refluks gastroesofageal atau Gastroesopagheal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks atau aliran balik cairan lambung lambung dengan berbagai kandungannya (asam dan pepsin) ke dalam esofagus atau kerongkongan dimana jumlahnya mungkin berlebihan, intensitas waktunya lebih lama sehingga menyebabkan timbulnya keluhan- keluhan, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.

Pada Gastroesophageal reflux disease (GERD) yang terjadi adalah otot di ujung kerongkongan (spinter gastro esofageal) tidak menutup dengan benar. Hal ini memungkinkan isi lambung bocor kembali, atau refluks, ke kerongkongan dan mengiritasi kerongkongan tersebut.

Kita harus memahami bahwa keadaan Gastroesofagusrefluks atau kondisi yang menyebabkan asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan sebenarnya merupakan suatu keadaan normal atau fisiologis biasa terjadi, intermiten dan biasanya lebih mudah terjadi sesudah makan. Keadaan ini baru dikatakan ”disease” atau patologis atau menyebabkan gangguan kelainan, bila refluks itu terjadi berulang-ulang, jumlahnya berlebihan, intensitas waktunya mungkin lebih lama sehingga menimbulkan keluhan-keluhan refluks dengan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi.

Sebenarnya kalau dilihat, keluhan inipun dapat timbul disebabkan karena selain waktu kontak yang lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus (kerongkongan), juga karena adanya penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, sehingga walaupun kontak dengan bahan refluksan itu cepat, namun jika resistensinya berkurang, maka bahan refluksan itu dapat mengiritasi mukosa esofagus.

Gangguan pada kerongkongan atau esofagus seperti esofagitis refluks yang berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi pada epitel skuamosa esofagus.

Gejala khas atau gejala typicalnya dapat berupa :

  • heartburn (rasa terbakar didada yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri dan pedih)
  • regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri dada, nyeri ulu hati diafagia, sedangkan gejala -gejala ekstravagial seperti batuk kronik, hoarsenesss (suara serak), asma, dan lainya.
  • Gejala -gejala ekstravagial, diduga ada hubungannya dengan GERD, oleh karena itu harus didampingin oleh gejala-gejala typical

Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah :

  • Barret’s esophagus
  • striktur
  • adenokarsinoma di kardia dan esofagus

Oleh karena tidak mudah membuat diagnosisnya, terakhir para ahli berkumpul di montreal di kanada membuat suatu kesepakatan tentang GERD yang dipergunakan, disederhanakan, dan berorientasi kepada pasien di defenisikan “ GERD is a condition when the reflux of gastric content causes troublesome symptoms or complication “.

Dari pengertian diatas, yang penting dipahamin tentang penyakit GERD adalah adanya aliran balik atau refuks isi lambung isi lambung kedalam esophagus atau kerongkongan, kemudian yang kedua dari sisi pasien adalah keluhan itu mengganggu kehidupannya sehari-hari atau sudah terjadi komplikasi. 


Fisiologi dan anatomi komponen-komponen yang berperan dalan terjadinya GERD
Penyakit GERD merupakan salah satu penyakit yang dahulu kurang begitu banyak di jumpai dalam kehidupan kita sehari- hari, akan tetapi saat ini akan makin banyak kita temukan. Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada baiknya kita pahami dahulu mengenai fisiologi anatomi, komponen-komponen yang berperan dalam terjadinya GERD atau mencegah terjadinya refluks. Ini menurut saya sangat penting dibahas, agar kita dapat memahami patofisiologi atau mekanisme terjadinya GERD.

Apa itu esophagus???

  • Esofagus atau kerongkongan merupakan salah satu organ silindris berongga (seperti tabung) dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.
  • Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu Mukosa, Sub Mukosa, Muskularis dan Lapisan bagian luar (Serosa). Yang penting dipahamin pada anatomi lapisan esophagus adalah
    • Lapisan mukosanya terdiri dari lapisan epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam karena lapisan ini tidak tahan pada asam lambung, maka apabila terjadi pemaparan oleh asam lambung pada keadaan refluks akan menyebabkan ruangan antara sel (dari epitel berlapis gepeng bertingkat) akan menjadi kendor, lebih lanjut lagi akan lebih lebar, sehingga terjadi rangsangan pada serabut-serabut saraf, sampai kerusakan pada mukosa dan kemudian bisa terjadi ulkus atau perlukaan.
    • Lapisan Sub Mukosanya merupakan jaringan ikat padat mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus atau lendir yang dikenal dengan oesophageal glands. Adanya lendir atau mucus ini dapat mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi lapisan mukosa dari cedera akibat zat kimia. Pada lapisan sub mukosa ini terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe serta saraf. Distribusi darah melalui pembuluh darah di esofagus mengikuti pola segmental (per bagian), bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior. Pembuluh saraf esofagus dilakukan oleh serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis dari nervus vagus. Pada lapisan submukosa saraf ini terdiri dari anyaman saraf atau plexus otonom submukosa.
    • Lapisan muskularis merupakan lapisan yang terdiri atas otot, dimana otot pada bagian esofagus, terdiri atas otot rangka dan otot polos, yaitu sepertiga bagian atas merupakan otot rangka, sepertiga tengah terdiri dari campuran otot polos dan otot rangka sedangkan sepertiga bawah terdiri dari otot polos. Pada lapisan ini terdapat serabut-serabut parasimpatis dan simpatis dibawa oleh nervus vagus juga jala-jala longitudinal (Pleksus Auerbach) yang berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.
    • Lapisan bagian luar (Serosa) : Terdiri dari jaringan ikat yang jarang, menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
  • Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur berotot berbentuk seperti cincin yang jika tertutup, mencegah lewatnya benda melalui saluran yang dijaganya. Pada kedua ujung esophagus atau kerongkongan terdapat dua macam sfingter yaitu
    • sphincter faringoesofagus yang terletak pada bagian atas esophagus tepatnya pada perbatasan antara faring dengan esophagus yang terdiri atas serabut otot rangka. Karena sphincter faringoesofagus terletak pada bagian atas esophagus, maka disebut juga upper esophageal sphincter atau sfingter esophagus bagian atas. Dalam keadaan normal sphincter berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan, maka akan membuka, sehingga makanan dapat masuk ke esophagus atau kerongkongan.
    • sphincter yang kedua yaitu sphincter gastroesofagus yang terletak pada bagian bawah esophagus tepatnya pada perbatasan antara esophagus dengan lambung. sphincter gastroesofagus disebut juga Lower Esophageal Sphincter (LES) atau sfingter esophagus bagian bawah karena terletak pada bagian bawah esophagus berbatasan dengan lambung (gaster). Sphincter gastroesofagus atau Lower Esophageal Sphincter (LES) merupakan stuktur berotot yang berbentuk cincin yang mencegah refluks atau aliran balik isi lambung. Mekanisme LES mencegah aliran balik (refluks) material dari lambung ke esophagus terjadi lewat kontraksi dari otot spinter yang terus menerus setelah makanan masuk ke lambung, sehingga dengan adanya kontraksi ini, makanan tetap di dorong ke lambung dan pada saat itu juga sphincter yang merupakan rongga cincin akan mengecil karena kontraksi sehingga mencegah aliran balik dari lambung. LES hanya melemas atau berelaksasi atau membuka di saat adanya gelombang peristaltic yang mendorong bolus makanan sampai dibagian bawah esophagus. Jadi pada saat itu LES akan membuka sehingga makanan dapat lewat menuju lambung. Setelah makanan lewat ke lambung LES akan berkontraksi kembali, sehingga dapat mencegah refluks isi lambung.
  • Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Jadi peranan esophagus lebih pada hal motilitas atau menelan yaitu proses pemindahan makanan dari mulut melalui esophagus ke lambung. Proses menelan dimulai dimulai secara volunter atau secara sadar selanjutnya proses tidak dapat dihentikan. Pada saat kita menelan makanan, dimana makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung, terjadi rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan volunter lidah dan diselesaikan refleks dalam faring dan esofagus.
  • Proses menelan merupakan lanjutan dari dikunyahnya makanan oleh mulut menjadi bolus makanan. Adanya bolus makanan akan merangsang produksi saliva (air liur) yang berfungsi sebagai pelumas makanan. Selanjutnya oleh pergerakan volunter lidah bolus makanan didorong ke belakang mengenai dinding belakang faring. Adanya bolus makanan yang didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut ke faring, akan merangsang reseptor tekan (mekanoreseptor) di faring, reseptor ini akan mengantarkan sinyal listrik ke pusat menelan kita yang ada di otak, yaitu pada bagian medulla dan pons bagian bawah. Selanjutnya dari pusat menelan di otak ini, akan mengalirkan lagi impuls listrik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas yang di jalarkan oleh saraf cranial ke 5,9, 10 dan ke 12 serta beberapa saraf servical superior. Impuls listrik dari pusat menelan yang dialirkan oleh beberapa saraf diatas, selanjutnya akan secara reflex mengaktifkan otot-otot dalam proses menelan. Selanjutnya akan terjadi kontraksi otot-otot faring yang bergerak secara progresif menimbulkan gelombang peristaltic mendorong bolus makanan ke spinter esophagus bagian atas (sphincter faringoesofagus). Adanya gelombang peristaltic menyebabkan membukanya spinter esophagus bagian atas sehingga meloloskan bolus makanan. Pada saat bersamaan laring dan trakea menutup, agar mencegah makanan masuk saluran pernapasan. Jadi pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Pada rongga mulut terdapat langit-langit atau palatum yang berfungsi untuk pisahkan mulut dengan rongga hidung dan uvula (anak lidah) yang berfungsi menutup saluran hidung pada saat kita menelan makanan. Palatum ada dua yaitu palatum mole (langit-langit yang lunak) dan palatum durum (langit-langit yang keras). Selama menelan makanan akan dicegah masuk ke mulut dan hidung dengan cara posisi lidah menekan langit-langit keras (palatum durum), uvula terangkat dan tersangkut dibagian belakang tenggorokan, sehingga saluran hidung tertutup. Makanan dicegah masuk trakea oleh adanya elevasi laring dan penutupan erat pita suara melintasi lubang laring (glottis). selanjutnya bolus makanan yang telah melewati sphincter esophagus bagian atas, melalui gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal atau LES. Adanya gelombang peristaltik ini, akan menyebabkan LES berelaksasi atau mengendor sehingga makanan dapat lewat kemudian bolus makanan menuju lambung.

Apa itu gaster

  • Lambung atau gaster merupakan suatu kantong yang terletak di bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan duodenum.
  • Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa.
    • Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan.
    • Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.
    • Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung tercampur.
    • Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.

Apa penyebab GERD??

  • Sebelum kita membahas tentang Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), yaitu suatu keadaan patologis (kelainan) sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu baik di esophagus (akibat kerusakan mukosa esofagus) maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi, perlu kita pahamin dahulu bahwa refluks atau membaliknya isi lambung pada esofagus sebenarnya merupakan suatu kondisi fisiologis atau normal. Jadi keadaan refluks ini sebenarnya merupakan kondisi yang normal. Kita baru bisa mengatakan kelainan dalam hal ini GERD apabila refluks yang terjadi tersebut berlangsung kronis dan akan menjadi masalah jika pasien merasakan timbulnya gejala-gejala akibat refluks tersebut mengganggu kehidupannya sehari-hari baik berupa gejala heartburn, regurgitasi, nyeri dada, nyeri ulu hati diafagia, sedangkan gejala -gejala ekstravagial seperti batuk kronik, hoarsenesss dan lainya.
  • Refluks itu pada keadaan normal bisa terjadi karena pada keadaan normal terdapat perbedaan tekanan antara perut (abdomen) dan thorak (dada). Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa esofagus atau kerongkongan secara anatomi terletak pada rogga dada, sedangkan lambung atau gaster terletak pada intra abdomen atau rongga perut. Pada keadaan normal tekanan intraabdomen atau tekanan dalam perut lebih tinggi dari pada tekanan intra thorak atau tekanan rongga dada, akibatnya sesuai dengan hukum fisika, akan menyebabkan terjadinya perpindahan tekanan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. karena adanya perbedaan tekanan ini, maka akan menyebabkan kecenderungan terjadinya refluks cairan lambung ke esophagus. Selain karena perbedaan tekanan, refluks juga dapat normal terjadi akibat perbedaan grafitasi, dimana pada saat kita berdiri maka dengan pengaruh gravitasi, isi lambung tidak akan berbalik ke esofagus, namun pada malam selama tidur , gravitasi tidak berlaku, menelan berhenti, dan sekresi air liur berkurang. Oleh karena itu, refluks yang terjadi pada malam hari lebih mungkin untuk menghasilkan asam yang tersisa di kerongkongan lebih lama dan menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada esofagus.
  • Namun yang perlu dipahamin disini bahwa keadaan perbedaan tekanan dan gravitasi yang berperan ini tidak akan menimbulkan refluks jika tidak ditunjang dengan adanya beberapa keadan yang mempermudah terjadinya refluks. Beberapa keadaan tersebut seperti relaksasi transien dari tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis refluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan – bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien GERD.
  • Lower Esophageal Sphincter (LES)

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.

Lower Esophageal Sphincter (LES) terletak pada ujung bawah esophagus yang berfungsi sebagai pertahanan pertama untuk mencegah refluks, bila spingter tidak ada maka akan terjadi refluks terus-menerus. Seperti yang telah di jelaskan bahwa LES merupakan stuktur berotot yang berbentuk cincin yang apabila ototnya berkontraksi akan mempertahankan sawar atau pembatas antara esophagus dan lambung. Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan.

INSIDEN

  • Penyakit GERD ini menjadi sangat penting, sebab jika pada awal abad ke 19 Tukak dan kanker lambung merupakan penyakit yang paling sering terjadi, tetapi dalam perjalanan abad ke 21 para ahli beranggapan bahwa penyakit GERD akan menjadi penyakit yang dominan di dalam konteks penyakit saluran cerna bagian atas. Penyakit ini dalam kenyataan memang sering kita ketemukan dalam negara- negar barat, di inggris prevelensinya bisa mencapai 25%, tetapi di asia relatif lebih sedikit dimana sekitar kurang dari 5% pada singapura dan hongkong.
  • Di Indonesia, data epidemologi mengenai penyakit GERD belum ada, akan tetapi data rumah sakit menunjukan bahwa terjadi peningkatan pasien GERD sebesar 6% pada tahun 1997 sampai 22% pada awal tahun 2002.

PATOGENESIS Ada beberapa faktor yang menyebabkan GERD, sehingga GERD disebut juga multifaktor disease. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks kandungan lambung kedalanm esofagus, apabila:

  • Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus
  • Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

GEJALA KLINIS PENYAKIT GERD

Umumnya pasien yang datang biasanya dengan gejala yang typical, atypical, dan additional atypical.

  • Gejala Typical atau gejala yang umumnya di derita oleh penderita dapat berupa :
    • heartburn (nyeri ulu hati atau nyeri dada atau rasa panas dalam perut)
    • Regurgitasi (gumoh atau merasa ada cairan di dalam rongga mulut).
    • Dysphagia ( kesulitan menelan), sebetulnya dysphagia bukan merupakan gejala typical GERD, tetapi dapat menunjukan adanya gejala penyakit GERD
  • Gejala atypical adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain, dimana gejalanya dapat berupa :
    • Batuk- batuk yang lama
    • Nyeri dada yang non cardiac (nyeri bukan karena penyakit jantung)
    • Dapat juga di temukan whessing atau gejala seperti asma.
  • Gejala additional atypical
    • Gejala atipikal tambahan dari refluks yang abnormal termasuk kerusakan pada paru-paru (misalnya, pneumonia, asma, idiopathic pulmonary fibrosis), pita suara (misalnya, radang tenggorokan, kanker), telinga (misalnya otitis media), dan gigi (misalnya, enamel pembusukan).

Gejala- gejala GERD ini merupakan masalah apabila, pasien merasa gejala – gejala  tersebut menimbulkan ganguan  pada kehidupannya sehari- hari baik heart burn, regurgitasi, dan gejala lainnya, sebab jika pasien tidak merasa terganggu maka gejala- gejala ini bukan merupakan suatu masalah, karena GERD sendiri sebenarnya merupakan suatu keadaan normal atau fisiologis. Gejala – gejala extra-esofageal antara lain berupa batuk kronik dan suara yang serak dan lainnya di duga ada hubungan dengan GERD, oleh karena itu harus selalu  di dampingi dengan gejala- gejala tipical. Menurut para ahli yang bertemu di Montreal kanada yang membahas mengenai penyakit GERD, menyimpulkan bahwa Hal yang penting untuk di ketahui mengenai penyakit GERD ini ada dua hal, yaitu

  • Terdapatnya reflux dari isi  lambung ke dalam osefagus
  • Dari segi pasien merasa terganggu dengan keadaan tersebut atau telah terjadi komplikasi.
    • Defenisi dari keluhan- keluhan yang menggangu dari pasien adalah apabila keluhan keluhan itu ringan terjadi kira- kira lebih dari dua kali dalam seminggu atau kalau keluhan itu moderat itu terjadi kira- kira satu kali dalam seminggu.

Secara skematis dapat di lihat klasifikasi GERD dari montreal

Gambar klasifikasi GERD menurut pertemuan di Montreal

Pada klasifikasi diatas, kita melihat bahwa adanya syndrome osefagus dan ekstra osefageal syndrome.  Pada Syndrome osefageal di bagi atas dua yaitu ada syndrome symtomatik dengan gejala typical dan ada syndrome yang di kaitkan dengan kerusakan mukosa (esofangitis, barrett’s osefagus,striktur dan adenokarsinoma). Sedangkan pada ekstra osefageal syndrome yang jelas ada hubungan nya dengan GERD adalah adanya batuk- batuk kronis, laringitis refluks, refluks asma syndrome dan juga kelainan- kelainan pada gigi. Gejala atypical yang berhubungan dengan kejadian GERD.

  • Gangguan pada paru-paru
    • Sejumlah gangguan paru berhubungan dengan GERD, asosiasi terkuat tampaknya dengan asma. Kebanyakan penderita asma mengeluh mulas, dan sebanyak 80 persen dari 15 juta orang Amerika didiagnosis dengan asma juga dapat menderita GERD, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Medicine. GERD dapat memicu serangan asma atau asma seperti gejala tidak langsung melalui stimulasi dari saraf vagal distal esofagus sensorik. Selain itu, banyak pasien dengan asma menunjukkan perbaikan refraktori ketika diobati dengan asam-penekan obat.
    • Pasien GERD juga dapat hadir dengan batuk kronis, tidak produktif. Ini gejala atipikal GERD mungkin satu-satunya gejala yang jelas di lebih dari setengah pasien.
  • Gejala pada Telinga, Hidung dan Tenggorokan
    • Menurut University of Maryland Medical Center, GERD dapat menghasilkan gejala yang mempengaruhi tenggorokan pada beberapa orang. Cegukan terus-menerus, sakit tenggorokan kronis, suara serak dan perasaan adanya benjolan di tenggorokan semua merupakan gejala atipikal GERD.
    • Beberapa pasien juga mengalami disfagia, atau kesulitan menelan. Dalam kasus yang parah disfagia, makanan dapat menjadi bersarang di kerongkongan, menyebabkan nyeri dada tersedak dan berat. Gejala ini memerlukan perhatian medis yang segera untuk menyingkirkan kerusakan serius pada kerongkongan.
  • Gejal nyeri dada Noncardiac
    • Rasa sakit dada yang dialami oleh penderita GERD dapat menyerupai gejala serangan jantung. Mungkin ada tekanan di dada, dengan atau tanpa membakar, dan rasa sakit bisa menjalar ke lengan atau ke leher dan rahang. Gejala ini mengirim ribuan orang ke ruang gawat darurat setiap tahun. Untuk menentukan apakah nyeri dada disebabkan oleh GERD atau gangguan lain, seperti penyakit jantung, ulkus peptikum, atau penyakit kandung empedu,maka  pengujian ekstensif mungkin diperlukan.

APA ITU  NERD DAN GERD

alur diagnosa GERD


FAKTOR RESIKO GERD

  • Obesitas
    • pada orang yang memiliki BMI>25 memiliki kecennderungan mengalami GERD
  • Faktor genetik
    • Faktor genetik yang berbaitan dengan GERD, biasanya di hubungkan dengan permasalahan menyangkut otot polos, misalnya heatus hernia.
  • Kebiasaan merokok
    • Merokok dapat meningkatkan resiko GERD karena merokok dapat menurunkan tekanan lower osefagus spinter.
  • Aktivitas fisik
    • Joging atau berlari akan meningkatkan resiko GERD, karena meningkatkan relaksasi dari LES

DIAGNOSA GERD Diagnosa Gastroesopagheal Reflux dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori sebagai berikut:

  • Gastroesophageal refluks Fisiologis (atau fungsional) : Pasien-pasien ini tidak memiliki faktor predisposisi yang mendasarinya atau kondisi; pertumbuhan dan perkembangan normal; dan pengobatan farmakologis biasanya tidak diperlukan, meskipun mungkin diperlukan untuk menghilangkan gejala jika perubahan gaya hidup tidak berhasil
  • Gastroesophageal reflux patologis atau GERD: Pasien sering komplikasi pengalaman yang disebutkan di atas, memerlukan evaluasi yang cermat dan pengobatan
  • Gastroesophageal reflux Sekunder: ini mengacu pada sebuah kasus dimana kondisi yang mendasarinya mungkin predisposisi refluks gastroesophageal, dengan contoh termasuk asma (suatu kondisi yang mungkin juga, sebagian, disebabkan oleh atau diperparah oleh refluks) dan obstruksi lambung

Maag atau di dalam dunia kedokteran disebut dengan gastritis, yaitu peradangan yang terjadi pada lambung akibat pengeluaran asam lambung yang berlebih. Umumnya maag akan menimbulkan gejala nyeri ulu hati, mual, kembung, dan muntah. Apabila keluhan menjadi nyeri dadar, dada terasa panas, dan mulut terasa pahit/asam, maka mungkin saja itu bukan maag namun penyakit Refluks Gastroesofageal yang terjadi akibat naiknya cairan lambung ke kerongkongan. Hal ini disebabkan klep antara lambung dan kerongkongan tidak berfungsi dengan baik.

Diagnosis GERD pada pasien dengan gejala atipikal bisa sulit. Ketika pasien datang dengan keluhan atipikal, diagnosis GERD harus diingat. Pasien dengan aspirasi berulang dapat memiliki asma, riwayat pneumonia, dan fibrosis paru progresif. Selain itu, suara serak bisa hadir karena iritasi laring kronis. Nyeri dada adalah gejala lain menyajikan yang dapat sulit untuk mengevaluasi. Pada pasien ini, tidak termasuk etiologi jantung adalah penting sebelum pelabelan rasa sakit seperti nyeri dada noncardiac sekunder untuk GERD. tidur dengan 30-45 derajat kepala tinggi atau dada bagian atas, hindari minuman asam, cokelat, kopi atau alkohol, menghindari lemak dan berbagai makanan yang digoreng, makanan asam, kurang stres, berhenti merokok , makan kecil tapi sering, dll.

Ada korelasi antara sindrom dispepsia dan penyakit gastroesophageal reflux (GERD), terutama antara dispepsia fungsional dan non-erosif gastroesophageal reflux (NERD). Definisi yang lebih tepat diperlukan untuk membedakan sindrom dispepsia dan GERD. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan definisi yang berbeda dan kriteria antara sindrom dispepsia dan GERD.

https://konsultasispesialis.com #dokterthtsemarang @drhennytht