Kurang pendengaran itu tidak harus tuli total. Tidak bisa mendengar suara bisikan, sudah bisa di sebut sebagai kurang pendengaran derajat ringan.
Apabila anda melihat audigram (grafik dari test audiometri), jika garis biru dan merah anda berada di antara 0-20dB, maka pendengaran anda normal.
dibawah ini adalah level (derajat) dari ketulian :
20-40 dB maka pasien ini tidak mampu mendengar bisikan (derajat ringan)
41-70 dB maka pasien ini tidak dapat mendengar suara percakapan (derajat sedang)
71-95 dB maka pasien ini tidak dapat mendengar teriakan (derajat berat)
> 95 dB maka pasien ini bahkan tidak dapat mendengar suara ledakan bom (tuli total)
Bila ada dalam lingkungan anda pasien dengan ketulian yang ringan sekalipun, bawa dia untuk diperiksakan, intinya utuk dicegah agar ketuliannya tidak memberat dan segera bisa dikembalikan ke pendengaran normal.
Kalau derajatnya sedang ? Apalagi itu, “cepetan” adalah kata yang seharusnya ada di pikiran anda.
Kalau derajat berat atau tuli total ? Ada yang namanya sudden deafness, tuli mendadak yang bisa disebabkan karena virus dimana masih mungkin diselamatkan pendengaran dengan pengobatan.
Intinya jangan sampai pendengaran anda berada di titik ketulian permanen akibat keterlambatan penanganan, yang dengan kata lain, kalau sudah terlanjur tuli permanen, berobat ke Amerikapun tidak sembuh.
Nanti kita akan bicara tentang ketulian pada anak, yang tentu saja pengelolaannya berbeda dengan ketulian pada dewasa. Beda mengelola yang sebelumnya belum bisa mendengar dan yang sudah pernah bisa mendengar juga berkata-kata.
Di dalam praktek sehari-hari tidak jarang kita bertemu dengan pasien bukan di usia tua, bukan pula anak-anak tapi dewasa yang kurang pendengaran.
Pasien yang dinyatakan tuli derajat berat maupun tuli total di usia ini, lebih terpukul secara mental. Mereka di usia produktif. Banyak sebab di usia dewasa ini mereka terkena problem kurang pendengaran. Suara bising yg keras dan terus menerus adalah sebab yang paling sering, kemudian disusul adanya infeksi telinga yg mendahului, ototoksisitas (keracunan obat), trauma/ benturan, vascular insult (gangguan vaskuler) dan infeksi virus. Faktor-faktor resiko diatas bisa dipelajari sendiri.
Disini saya ingin mengingatkan kembali pentingnya anamnese yg kompllit untuk menemukan kemungkinan penyebab. Yang harus anda tanyakan adalah : 1. onset (kapan, progresivitas dan apakah kejadiannya mendadak). 2. unilateral atau bilateral. 3. ada tidaknya otalgia (earache), lendir di telinga, vertigo dan tinnitus. 4. riwayat stroke, diabetes, penyakit jantung sebelumnya. 5. obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Ataukah sebelumnya diberikan injeksi antibiotika, diuretik, salisilat atau kemoterapi ? 6. Terpaparkah dengan suara bising ? 7. kaitan dengan profesi pekerjaannya : pilot, pemain drum, pekerja pabrik textil ?
Walau secara jumlah kasus tidak banyak, bisa saja terjadi ketulian paska persalinan. Ketuliannya mungkin disebabkan krn vascular insult atau baro trauma. Vaskular insult terkait dengan emboli atau tekanan darah. Baro trauma terkait dengan mengejan.
You know what ? mungkinkah ibu ini tidak terpukul dengan ketuliannya ? Mungkinkah anda memberi harapan bahwa dia akan kembali normal disaat dia berobat setelah 6 bulan merasa tuli ? Too late. And too late is not a fine word.
What my heart feels is what my patient feels. Would like to make this mom smile again, noticing the words again ?
Tabel 1. Kriteria Rinosinusitis Akut dan Kronik pada Anak dan Dewasa Menurut International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004. Disarikan dari : Kennedy DW14 dan Meltzer15.
KRITERIA
RINOSINUSITIS AKUT
RINOSINUSITIS KRONIK
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
1.
Lama Gejala dan Tanda
< 12
minggu
< 12 minggu
> 12
minggu
> 12
minggu
2.
Jumlah episode serangan akut, masing-masing berlangsung minimal 10 hari
< 4 kali / tahun
< 6 kali / tahun
> 4 kali / tahun
> 6 kali / tahun
3.
Reversibilitas mukosa
Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
Tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara
melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan
mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot
dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada saat tidur.
Gangguan tidur dengan gelaja utamanya mendengkur adalah Obstructive
Sleep Apnoea (OSA).
Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari
saluran nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran
udara pernafasan berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga
terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga
(arousal). Kadang-kadang penderita benar-benar terbangun pada saat apnea
di mana mereka merasa tercekik.
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur,
mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur,
apnea, nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido sampai
impotensi dan enuresis, mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar
biasa dan insomnia. Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang
sangat mengganggu pada siang hari sehingga menimbulkan masalah pada
pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu
lintas.
terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada
berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini
menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian,
konsentrasi dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial
arousal yang disertai dengan peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan
takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita OSA tidak merasa
mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya karena
teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase pre-
obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase
apnea obstruktif).
Apnea pada orang dewasa didefinisikan sebagai tidak adanya aliran udara di
hidung atau mulut selama 10 detik atau lebih. Hipopnea didefinisikan
sebagai berkurangnya aliran udara sebesar 30% selama 10 detik atau lebih,
dengan atau tanpa desaturasi.
OSA pertama kali didiagnosis berdasarkan apnea index (AI), yaitu frekuensi
apnea rata-rata per jam tidur. Banyak ahli yang berpendapat seseorang
dikatakan menderita OSA bila AI > 5. Kemudian ternyata definisi ini sangat
menyederhanakan masalah dan kurang bermanfaat. Banyak individu
dengan AI > 5 tetapi asimtomatik dan sehat, sebaliknya gejala OSA yang
khas dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan hipopnea periodik tanpa apnea sama sekali. Keadaan ini membuat para ahli sampai saat ini
menggunakan konsep Apnea-Hypopnea Index (AHI).
Pemeriksaan fisik pada pasien yang diduga menderita OSA difokuskan pada
visualisasi faring termasuk uvula, lidah, dan tonsil, inspeksi bentuk dan
susunan tulang wajah, dan pemeriksaan tekanan darah.
Kelainan yang sering ditemukan pada penderita OSA di antaranya elongasi uvula, makroglosia, adenotonsilar hipertrofi, retrognatia dan mikrognatia. Selainitu perlu juga dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan.
Diagnosis OSA dibuat berdasarkan gangguan nafas yang ditemukan pada waktu tidur pada individu yang menunjukkan gejala terutama mengantuk pada siang hari dan mendengkur. OSA paling banyak diklasifikasikan menurut AmericanAcademy of Sleep Medicine yaitu:
• ringan (AHI 5-15)
• sedang (AHI 15-30)
• berat (AHI > 30)32
Tetapi penilaian ini masih belum disepakati oleh semua ahli. Klasifikasi lain
yang dihubungkan dengan Respiratory Disturbance Index (RDI) dan
beratnya hipoksemi seperti berikut:
RDI SaO2 (%)
Mild 5-20 >85
Moderate 21-40 65-84
Severe >40 <65
Pemeriksaan polisomnografi
meliputi pemeriksaan EEG, elektro-okulografi, elektromiografi, EKG, aliran
nafas di hidung atau mulut, pulse oximetry, gerakan dinding dada dan
posisi tidur yang menghasilkan apnea index (AI), apnea-hypopnea index
(AHI) atau respiratory disturbance index (RDI).
Sumbatan yang ditemukan pada pemeriksaan sleep nasoendoscopy
menurut Pringle dan Croft (1993) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Derajat 1 : hanya ditemukan vibrasi dari palatum
• Derajat 2 : hanya ditemukan obstruksi palatum
• Derajat 3 : obstruksi palatum dan perluasan ke orofaring yang intermiten
• Derajat 4 : obstruksi pada beberapa level
• Derajat 5 : hanya ditemukan obstruksi pada basis lidah
Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy.
Beberapa prosedur operasi dapat dilakukan:
1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pada penderita OSA dengan tonsil
yang besar, tonsilektomi dapat menghilangkan gejala secara komplet
dan tidak memerlukan terapi CPAP.
2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP) dan uvulopalatoplasti. Hasilnya
tidak sebaik CPAP pada penderita OSA yang berat. Angka keberhasilan
dengan teknik ini mencapai 10-15%.
Morbiditas yang tinggi akibat operasi uvulopalatofaringoplasti konvensional dapat dihindari dengan menggunakan laser ataudengan menggunakan radiofrekuensi coblation. Hasilnya dalamjangka pendek cukup baik, walaupun dapat terjadi rekurensi dalam jangka panjang.
3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus
endoskopik fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang
efektif bila sumbatan terjadi di hidung. Kelainan hidung harus dicari
pada penderita yang mengalami gejala hidung pada pengobatan
dengan CPAP.
4. Tindakan bedah pada mandibula atau maksila (maxillomandibular
osteotomy dan advancement).
5. Lidah: lingual tonsillectomy, laser midline glossectomy, lingualplasti
dan ablasi massa lidah dengan teknik radiofrekuensi.
6. Kadang-kadang perlu dilakukan hyoid myotomy and suspension.
7. Teknik terbaru menggunakan alat somnoplasty89
dengan radiofrekuensi
Celon® atau Coblation®, dan pemasangan implan Pillar® pada
palatum.
Teknik radiofrekuensi menghasilkan perubahan ionik pada jaringan,
menginduksi nekrosis jaringan sehingga menyebabkan reduksi
volume palatum tanpa kerusakan pada mukosa dan menghilangkan
vibrasi (kaku).
Implan Pillar® atau implan palatal merupakan teknik yang relatif
baru, merupakan modalitas dengan invasi minimal. Digunakan
untuk penderita dengan habitual snoring dan OSA ringan sampai
sedang. Prosedur ini bertujuan untuk memberi kekakuan pada
palatum mole. Tiga buah batang kecil diinsersikan ke palatum mole
untuk membantu mengurangi getaran yang menyebabkan snoring.