BAROTRAUMA

BAROTRAUMA

Sering terjadi pada saat naik pesawat, menyelam, tamparan dll. Bisa terjadi SNHL, terutama terjadi CHL.

terjadi akibat perbedaan tekanan di kavum timpani dengan dunia luar, bisa diatasi dengan Toynbee manuver yaitu menutup hidung dan mulu kemudian menelan.
MAnifestasinya berupa otalgia, rasa penuh di telinga, , kurang dengar. Gambaran MT bisa hemotipanum, ruptur, bisa terjadi OME setelah 24 jam.
Penatalasanaan bisa ringan : dekongestan dan antihistamin, bila dengan perforasi (antibiotika sistemik dan topikal), dengan perdarahan (membersihkan perdarahan), hindari tetes telinga, antibiotika sistemik, setelah baik miringoplasti. Barotrauma derajat berat dengan bocornnya perilimfe akan menimbulkan vertigo  berlanjut menjadi SNHL (penatalaksanaan bed rest dan antivertigo).
Terapi lainnya bisa dengan dekompresi ruangan.

Technorati Tags: , , ,

Tes Pendengaran

WA 0818716073 dr. Henny Kartikawati SpTHT Test Pendengaran audiometri tes bisik RS Telogorejo dan RS Columbia Asia Semarang

Tes Pendengaran

Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu :
  1. Tes bisik.
  2. Tes bisik modifikasi.
  3. Tes garpu tala.
  4. Pemeriksaan audiometri.
  5. Tes Bisik

Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu :

  • Syarat tempat.
  • Syarat penderita.
  • Syarat pemeriksa.

Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu :

  • Ruangannya sunyi.
  • Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau tertutup kain korden.
  • Jarak minimal 6 meter.

Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu :

  • Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa.
  • Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa.
  • Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah kita basahi dengan gliserin.
  • Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan.

Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu :

  • Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi.
  • Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita.

Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :

  • Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat.
  • Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10.
  • Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata).
  • Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu mendengar 4 kata (80%).

Ada 2 jenis penilaian pada tes pendengaran, yaitu :

  • Penilaian kuantitatif seperti pemeriksaan tajam pendengaran pada tes bisik maupun tes bisik modifikasi.
  • Penilaian kualitatif seperti pemeriksaan jenis ketulian pada tes garpu tala dan audiometri.

Ada 3 jenis ketulian, yaitu :

  1. Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL).
  2. Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL).
  3. Tuli sensorineural & konduktif / mix hearing loss (MHL).

  4. Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi tinggi. Misalnya tidak dapat mendengar huruf S dari kata susu sehingga penderita mendengarnya uu.
  5. Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata susu sehingga penderita mendengarnya ss.

Ada 3 jenis frekuensi, yaitu :

  1. Frekuensi rendah. Meliputi 16 Hz, 32 Hz, 64 Hz, dan 128 Hz.
  2. Frekuensi normal. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berpendengaran normal. Meliputi 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz.
  3. Frekuensi tinggi. Meliputi 4096 Hz dan 8192 Hz.

2.Tes Bisik Modifikasi

Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi kita gunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.

       Cara kita melakukan tes bisik modifikasi, yaitu :

  • Kita melakukannya dalam ruangan kedap suara.
  • Kita membisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional.
  • Cara kita memperlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau kita berada dibelakang penderita sambil melakukan masking (menutup telinga penderita yang tidak kita periksa dengan menekan tragus penderita ke arah meatus akustikus eksternus).
  • Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan.

3.Tes Garpu Tala

Ada 4 jenis tes garpu tala yang bisa kita lakukan, yaitu :

  • Tes batas atas & batas bawah.
  • Tes Rinne.
  • Tes Weber.
  • Tes Schwabach.

Tes Batas Atas & Batas Bawah

Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar kita dapat menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal.

Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu :

  • Semua garpu tala kita bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya.
  • Cara kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita.
  • Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai normal ambang.
  • Secepatnya garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas & batas bawah yang kita lakukan, yaitu :

  1. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.
  2. Tuli konduktif. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah.
  3. Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi.

Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi.

Tes Rinne

Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu :

  • Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien.
  • Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
  • Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien.
  • Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum mastoid).

Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah.


Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :

  • Jika tes Rinne positif.
  • Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif.
  • Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif.

Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.

Tes Weber

Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.

Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.

Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :

  • Jika tidak ada lateralisasi.
  • Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
  • Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.

Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu :

  • Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal.
  • Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah.
  • Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
  • Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah.
  • Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural.

Tes Schwabach

Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan pasien.

Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal.

Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :

  • Schwabch normal.
  • Tuli konduktif. Schwabach memanjang.
  • Tuli sensorineural. Schwabach memendek.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.

Oleh : Muhammad al-Fatih II

Daftar Pustaka

Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000.

Technorati Tags: , , , ,

Otitis Eksterna

Otitis Eksterna
Oleh : Muhammad al-Fatih II
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri. Ada 2 jenis yaitu otitis eksterna akut dan otitis eksterna kronik. Otitis eksterna akut terbagi atas 2 yaitu otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) dan otitis eksterna difus.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu :

Derajat keasaman (pH). pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna. pH asam berfungsi sebagai protektor terhadap kuman.
Udara. Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman bertambah banyak.
Trauma. Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga.
Berenang. Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air.
1. Otitis Eksterna Akut

Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul)

Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) adalah infeksi pada 1/3 luar liang telinga, khususnya adneksa kulit, yakni pilosebaseus (folikel rambut & kelenjar sebaseus) dan kelenjar serumen akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus & Staphyloccus albus.

Gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul), yaitu :

Nyeri hebat. Nyeri ini tidak sesuai dengan besarnya furunkel (bisul). Nyeri timbul saat kita menekan perikondrium karena jaringan ikat longgar tidak terkandung dibawah kulit. Gerakan membuka mulut juga menjadi pemicu nyeri karena adanya sendi temporomandibula.
Gangguan pendengaran. Akibat furunkel (bisul) yang sudah besar dan menyumbat liang telinga.
Terapi otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) yang sudah membentuk abses, yaitu :

Aspirasi. Lakukan aspirasi steril untuk mengeluarkan nanah.
Antibiotik topikal. Berikan salep antibiotik misalnya polymixin B dan bacitracin.
Antiseptik. Berikan asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%.
Insisi. Lakukan pada furunkel (bisul) yang berdinding tebal. Pasang salir (drain) untuk mengalirkan nanah.
Antibiotik sistemik. Biasanya kita tidak perlukan.
Obat simptomatik. Berikan analgetik dan penenang.
Otitis Eksterna Difus

Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul).

Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media.

Terapi otitis eksterna difus, yaitu :

Tampon. Berikan tampon yang mengandung antibiotik.
Antibiotik sistemik. Kadang-kadang perlu kita berikan.
2. Otitis Eksterna Kronik

Otitis eksterna kronik adalah infeksi liang telinga yang berlangsung lama dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Terbentuknya jaringan ini menyebabkan liang telinga menyempit. Otitis eksterna kronik dapat disebabkan oleh :

Pengobatan. Pengobatan infeksi bakteri dan jamur yang tidak baik.
Trauma berulang.
Benda asing.
Alat bantu dengar (hearing aid). Penggunaan cetakan (mould) pada hearing aid.
Terapi otitis eksterna kronik dengan operasi rekonstruksi liang telinga.

Daftar Pustaka

Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

Technorati Tags: , , ,

Otomikosis/ Infeksi Jamur Liang Telinga

otomycosis atau infeksi jamur liang telinga, perlu penanganan dokter spesialis THT disebabkan bandel dan sulit sembuh. Obat tetes telinga harus tepat.

Otomikosis adalah infeksi kanalis akustikus eksterna yang disebabkan oleh jamur. Otomikosis menjadi tantangan bagi tenaga medis dan menyebabkan rasa frustasi bagi pasien. Klinisi masih terus berusaha menemukan obat otomikosis yang paling efektif.

Masalah untuk Otomikosis adalah biaya yang cukup tinggi, lamanya pengobatan, tingkat kekambuhan yang tinggi, serta sulitnya aplikasi obat dalam pengobatan otomikosis.

Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien otomikosis adalah rasa nyeri/ terbakar di telinga, gatal, sensasi penuh pada telinga, keluar sekret dari telinga, penurunan pendengaran, tinitus, dan nyeri kepala hebat. Pada pemeriksaan dengan menggunakan otoskopi tampak menunjukkan adanya edema, hiperemis kulit kanalis akustikus eksterna, sekret telinga, dan adanya koloni jamur/miselium.

Pada tahap awal infeksi, pertumbuhan jamur terlihat sebagai spora berwarna putih atau hitam pada infeksi yang disebabkan Aspergillus spp atau adanya deposit “creamy” atau kental pada infeksi yang disebabkan oleh Candida spp. Pada tahap selanjutnya akan tampak kotoran berwarna putih kotor seperti serpihan kertas yang basah, lengket, berbintik-bintik yang memenuhi kanalis akustikus eksterna dan peradangan yang semakin luas pada kanalis akustikus eksterna.

Berbagai spesies jamur telah diidentifikasi sebagai penyebab otomikosis. Aspergillus spp dan Candida spp adalah jamur patogen tersering yang menyebabkan otomikosis. Aspergillus spp adalah organisme penyebab dominan otomikosis di daerah tropis dan subtropis. Dalam melakukan diagnosis otomikosis, selain gejala klinis dan temuan dari gambaran otoskopi,diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan dengan larutan KOH 10% untuk melihat elemen jamur dan kultur jamur yang positif.

Tidak semua dokter THT dengan mudah mengatasi infeksi jamur telinga ini, karena entah karena resistensi ataupun jenis jamurnya tidak bisa diatasi dengan anti jamur yang ada sekarang. Penanganan bisa menggunakan ketoconazole, gentian violet maupun asam salisilat. Pada kemasan obat yanga di pasaran ketiga bahan dasar tersebut tidak diperuntukkan untuk telinga. Dokter THT akhirnya kesulitan untuk mendapatkan bahan dasar tetes telinga untuk mengatasi jamur.

Kami menggunakan ketoconazole lotion dan hasilnya cukup memuaskan. Bila mana terjadi kesulitan dalam menyembuhkan nyeri telinga yang berair dan berkali kali sudah ke dokter THT tetap kambuh lagi, kemungkinan besar penyebabnya adalah jamur. Sayangnya dengan tetes telinga antibiotika yang berkepanjangan, infeksi jamur makin menjadi-jadi atau tidak sembuh sama sekali.

Saran saya datanglah ke dokte THT yang memberikan terapi berupa anti jamur dan wajib hukumnya jamur tersebut harus dibersihkan dulu oleh dokter THT.

Dokter Spesialis THT Semarang
dr. Henny Kartikawati SpTHT

Technorati Tags: , ,