Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah deskumulasi non neoplasma sel epitel kulit pada
cavum timpani, mastoid2 atau apex petrosus. Meskipun kolesteatoma bukan
lesi neoplasma tetapi dapat berbahaya pada penderita1.
Istilah
kolesteatoma diperkenalkan pertama kali oleh Johanes Muller pada tahun
1838 untuk menjelaskan kolesteatoma sebagai dikira sebagai neoplasma
lemak di antara sel-sel polihedral1.
Kolesteatoma telah dikenal
sebagai lesi bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan
menghancurkan struktur penting pada tulang temporal. Sehingga
berpotensi menyebabkan komplikasi pada sistem syaraf pusat3.
Insidensi kolesteatoma tidak diketahui dengan pasti, tetapi keadaan ini
merupakan alasan untuk dilakukan bedah telinga. Kematian karena
komplikasi intrakranial kini tidak umum terjadi disebabkan deteksi
dini, intervensi pembedahan dan terapi suportif antibiotik. Kolestatoma
masih penyebab umum tuli konduksi sedang dan permanen pada anak-anak
dan dewasa3.
A. Definisi
Kolesteatom adalah suatu kista
epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)4. Deskuamasi tersebut
dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani.
Apabila terbentuk terus dapat menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom
bertambah besar4. Kolesteatoma dapat terjadi di kavum timpani dan atau
mastoid5.
B. Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena
tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena terdapatnya
infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari
nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah
dengan udara luar6. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat,
ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut
kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke
telinga tengah7. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara
pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga
tengah sebagian terjadi hampa udara 6. Keadaan ini menyebabkan pars
plasida di atas colum maleus membentuk kantong retraksi, migrasi epitel
membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi ini sehingga
terjadi akumulasi keratin8. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma.
Kolestoma kongenital dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain
misal pada tulang tengkorak yang berdekatan dengan kolesteatomanya 6.
Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau
trauma langsung dapat menjadi kolesteatoma. Kulit pada permukaan
membran timpani dapat tumbuh melalui perforasi tersebut dan masuk ke
dalam telinga tengah7.
Beberapa pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah (kolesteatoma kongenital) atau apex petrosis7.
C. Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis
kolesteatoma, antara lain adalah: teori invaginasi, teori imigrasi,
teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah
dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)
yang mengatakan; kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada
tempat yang salah atau menurut pemahaman Djaafar (2001) kolesteatoma
dapat terjadi karena adanya epitel kulit yang terperangkap. Sebagaimana
diketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamosus
epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar
ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah
Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga
dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma 4
.
1. Teori invaginasi
Kolesteatoma timbul akibat
terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena
adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba 4.
2. Teori imigrasi
Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga
tengah4. Migrasi ini berperan penting dalam akumulasi debris keratin
dan sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam
telinga tengah melalui perforasi membran timpani.
3. Teori metaplasi
Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama4 .
4. Teori implantasi
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu
operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah
miringotomi 4
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk
tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa.
Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai
infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya
serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam oleh
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak 4 .
D. Klasifikasi
Kolesteatoma dapat dibagi menjadi dua jenis:
1.Kolesteatom
kongenital, yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di
cerebellopontin angle 4 .
2.Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir
a. Kolestetoma akuisital primer
kolestetoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana
timpani. kolestetoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membrana timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif ditelinga
tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi) 4 .
b. Kolestetoma akuisital sekunder
kolestetoma terbentuk setelah adanya perforasi membrana timpani.
kolestetoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah
(teori immigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia) 4 .
E. Gejala Klinis
1. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang
dan infeksi sekuder9. Perasaan sakit dibelakang atau didalam telinga
dapat dirasakan terutama pada malam hari sehingga dapat menyebabkan
tidak nyaman pada pasien6.
2. Pendengaran berkurang
Kolesteatoma
dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup besar sebelum
terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibatnya
hilangnya tulang mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf
fasialis10.
3. Perasaan penuh
Kantong kolesteatoma dapat
membesar sehingga dapat menyebabkan perasaan penuh atau tekanan dalam
telinga, bersamaan dengan kehilangan pendengaran 6.
4. Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah (sisi telinga yang terinfeksi) 6.
F. Histologis
Kolesteatoma secara histologis adalah kista sel-sel keratinisasi
skuamosa benigna yang disusun atas tiga komponen, yaitu kistik, matriks
dan perimatrik. Kistik tersusun atas sel skuamosa keratinisasi anukleat
berdiferesiansi penuh. Matriks terdiri atas epitel skuamosa
keratinisasi seperti susunan kista. Perimatrik atau lamina propria
merupakan bagian kolesteatoma yang terdiri atas sel-sel granulasi yang
mengandung kristal kolesterol. Lapisan perimatriks merupakan lapisan
yang bersentuhan dengan tulang. Jaringan granulasi memproduksi enzim
proteolitik yang dapat menyebabkan desktruksi terhadap tulang.1.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus di selidiki untuk
memperoleh gejala awal kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan
adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus dan vertigo. Riwayat
penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis
media dan atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan
pendengaran unilateral progresif dengan otore yang berbau busuk1,
riwayat operasi sebelumnya8.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik terdiri atas pemeriksaan kepala dan leher, dengan perhatian
terutama pada pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari
terlewatnya penilaian demam, perubahan status mental dan penilaian
lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi5.
Otomikroskopi merupakan alat pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui
dengan pasti kolesteatoma. Diperlukan aural toiletisasi untuk
menghilangkan otore, debris atau lapisan kulit sehingga visualisasi
dapat lebih jelas. Membran timpani harus diperiksa dengan teliti.
Retraksi sering terdapat pada attic atau membran timpani kuadran
posterosuperior5.
Akumulasi debris skuamosa dapat dijumpai pada
kantongnya. Terdapat juga perforasi membrana timpani, pemeriksaan
mukosa telinga tengah untuk menilai ada atau tidaknya udema, dan
jaringan granulasi5.
Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan
garputala 512 Hz didapatkan hasil tuli konduksi, sebaiknya dibandingkan
dengan pemeriksaan audiometri5.
3.Audiometri
Audiometri nada
murni dengan konduksi udara dan tulang, ambang penerimaan pembicaraan
dan pengenalan kata umumnya dipakai untuk menetapkan tuli konduksi pada
telinga yang sakit. Derajat tuli konduksi bervariasi tergantung
beratnya penyakit5. Tuli konduksi sedang > 40dB menyatakan
terjadinya diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi posesus
longus incus atau capitulum stapes8.
4.Timpanometri, dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani8.
5.Radiologi
Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa
kontras dalam potongan axial dan koronal8 dapat memperlihatkan anatomi,
keluasan penyakit dan skrening komplikasi asimptomatik8. CT scan tidak
essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan pada kasus revisi
pembedahan sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan
abnormalitas kongenital atau kasus kolesteatoma dengan tuli
sensorunerual, gejala vestibular atau komplikasi lainnya1.
Kolesteatoma kongenital di diagnosa pada anak usia pre sekolah, dapat
timbul pada telinga tengah atau dalam membrana timpani. Kolesteatoma
kongenital yang melibatkan telinga tengah diidentifikasi sebagai massa
putih atau seperti mutiara yang letaknya medial terhadap kuadran anteo
superior dari membran timpani intak.5, pars placida dan pars tensanya
normal, tidak ada riwayat otore atau perforasi sebelumnya, tidak ada
riwayat prosedur otologi8.
Kolesteatoma akuisital umumnya
didiagnosa pada anak dengan usia lebih tua dan dewasa dengan riwayat
adanya penyakit telinga tengah. Kolesteatoma sering ditemukan pada
membrana timpani kuadran postero superior dengan membran timpaninya
retraksi dan atau perforasi. Pengurangan pendengaran terjadi seiring
meluasnya penyakit5.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes
telinga. Terapi bertujuan untuk menghentikan drainase pada telinga
dengan mengendalikan infeksi 6. Pada kantong dengan retraksi yang awal
dapat dipasang timpanostomi8.
2. Terapi pembedahan
Kolestoma
merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan
kolesteatoma secara total. Tujuan kedua adanya mengembalikan atau
memelihara fungsi pendengaran. Tujuan ketiga adalah memeliharan sebisa
mungkin penampilan anatomi normal. Prosedur pembedahan diterapkan pada
individu dengan tanda-tanda patologis. Keluasan penyakit akan
menentukan keluasan pendekatan pembedahan1.
Kolesteatoma besar
atau yang mengalami komplikasi memerlukan terapi pembedahan untuk
mencegah komplikasi yang lebih serius. Tes pendengaran dan
keseimbangan, rontgen mastoid dan CT scan mastoid diperlukan. Tes
tersebut dilakukan dengan maksud untuk menentukan tingkat pendengaran
dan keluasan desktruksi yang disebabkan oleh kolesteatomanya sendiri 6.
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif
dianjurkan. Konseling meliputi penjelasan tujuan pembedahan, resiko
pembedahan (paralisis fasial, vertigo, tinnitus, kehilangan
pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet 1.
Prosedur pembedahan meliputi:
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
c. Trancanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk
pasien. Canal-wall-down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi
membersihkan permanen kolesteatomanya. Canal-wall-up procedure memiliki
keuntungan yaitu mempertahankan penampilan normal, tetapi resiko tinggi
terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma. Resiko rekurensi cukup
tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan tympanomastoidectomi
setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi pertama3.
3. Follow up
Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi
setelah pembedahan awal. Follow up meliputi evaluasi setengah tahunan
atau tahunan, bahkan pada pasien yang asimptomatik3.
Pasien yang
telah menjalani canal-wall-down prosedure memerlukan follow up tiap 3
bulan untuk pembersihan saluran telinga. Pasien yang menjalani canal-
wall-up prosedur umumnya memerlukan operasi tahap kedua selelah 6-9
bulan dari operasi pertama. Follow up dilakukan 6 bulan sampai dengan 1
tahun untuk mencegah terjadinya kolesteatoma persisten atau rekurensi3.
I. Komplikasi
1. Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi
erosi rangkaian tulang pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau
super struktur stapes dapat menyebabkan tuli konduksi sampai dengan
50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan perkembangan
myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma
ke stapes atau footplate. Rangkaian tulang-tulang pendengaran selalu
intak1.
2. Tuli sensorineural
Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan labyrinth1.
3. Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan
permanen karena penyakitnya sendiri aau komplikasi proses penyembuhan.
Pasien harus diberikan penjelasan tentang kemungkinan kehilangan
pendengaran total 1.
4. Paralisis fasialis
Paralisis fasialis
disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus fasialis 7. Paralisis
dapat berkembang secara akut mengikuti infeksinya atau lambat dari
penyebaran kronik kolesteatomanya. Pemeriksaan CT tulang temporal
diperlukan untuk membantu keterlibatannya. Tempat umum yang terjadi
adalah gangglin genikulatum pada epitimpanicum anterior1.
5. Fistula labyrinthin
Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik
dengan kolesteatoma. Fistula dicurigai pada pasien dengan gangguan tuli
sensorineural yang sudah berjalan lama dan atau vertigo yang diinduksi
dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah1.
6. Intrakranial
Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus
lateral dan abses intrakranial terjadi pada 1% penderita kolesteatoma.
Komplikasi intra kranial ditandai dengan gejala otore maladorous
supuratif, biasanaya dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam1.
DAFTAR PUSTAKA
1.Underbrink, M., 2002, Cholesteatoma, UTMB, Dept. of Otolaryngology, http://www.rcsullivan.com/www/ears.htm.
2.Ajalloueyan, M., 2006, Surgery in Cholesteatoma: Ten years Follow-up, IJMS Vol 31, No 1, March 2006.
3.Roland, P. S., 2006, Middle Ear, Cholesteatoma, http://www.emedicine.com
4.Djaafar,
Z. A., 2001, Kelainan Telinga Tengah dalam buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
5.Kennedy, K., 1999, Cholesteatoma: Pathogenesis and Surgical Management, http://www.otohns.net/default.asp?id=14160.
6.Anonim, 2006, Cholesteatoma, American Academy of Otolaryngology, http://www.entnet.org/index2.cfm.
7.Anonim, 2002, Cholesteatoma, http://www.earsite.com/tumors/procedure_one.html.
8.Hauptman, G., Makishma, T, 2006, Cholesteatoma, Department of Otolaringology, University of Texas Medical Branch.
9.Boies, L. R., 1997, Penyakit Telinga Luar dalam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
10.Paparella,
M. M., Adams, G. L., Levine, S., 1997, Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid alam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
Technorati Tags: kolesteatoma, telinga, OMK, Otitis media, mastoiditis, mastoidektomi